Pintasan,co. Bone – Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pengelompokan usia kepala rumah tangga petani di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, mayoritas petani di wilayah tersebut berusia 45 tahun ke atas.

Kelompok usia 45-54 tahun tercatat sebagai yang terbanyak, yakni 37.404 orang, diikuti oleh kelompok usia 35-44 tahun dengan 27.146 orang.

Kemudian, terdapat 25.855 petani berusia 55-64 tahun dan 17.875 orang berusia 65 tahun ke atas.

Sementara itu, jumlah petani muda terbilang sangat sedikit, dengan hanya 10.501 petani di usia 25-34 tahun, dan bahkan lebih rendah lagi, hanya 781 petani pada usia 15-24 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Tanam Dunas Pertanian, Tanam Pangan Holtikultura, dan Perkebunan, Abd Rauf, saat dihubungi tribun-timur.com melalui telepon seluler pada Minggu (8/12/2024), mengatakan bahwa regenerasi petani menjadi perhatian serius bagi Pemkab Bone.

Abd Rauf mengakui bahwa dirinya belum mengetahui secara pasti penyebab penurunan minat generasi Z dan Alpha dalam bidang pertanian.

Namun, untuk mengatasi hal ini, Pemkab Bone telah meluncurkan program Petani Milenial yang berbasis agrobisnis dan melibatkan kalangan muda, khususnya generasi milenial.

Program ini bertujuan untuk mempertahankan sektor pertanian dengan melibatkan generasi muda agar jumlah petani tidak terus menurun.

Abd Rauf juga mengakui bahwa secara umum jumlah petani di Bone memang mengalami penurunan.

“Jika petani dewasa berkurang, yang bergerak di sektor pertanian tentu akan ikut menurun,” ujarnya.

Minat bertani generasi Z yang rendah

Sebelumnya, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bone melaporkan bahwa minat bertani di kalangan milenial dan generasi Z masih sangat rendah.

Hal ini berpotensi berdampak pada penurunan produksi pertanian di masa depan. Kepala Bappeda Bone, Ade Fariq Ashar, menyebutkan bahwa meskipun Kabupaten Bone tercatat sebagai daerah dengan produksi pertanian terbesar di Sulawesi Selatan, produktivitas petani justru berada di peringkat 11.

Baca Juga :  Mengenang Nonton Wayang Bersama Basuki, Rano: Mau Revitalisasi Semua Museum di Jakarta

Tren ini menunjukkan penurunan jumlah petani, yang disebabkan oleh rendahnya regenerasi petani di kalangan muda.

Ade Fariq Ashar menambahkan bahwa banyak kalangan muda, terutama milenial dan generasi Z, lebih tertarik pada peluang di bidang digital dibandingkan dengan pertanian.

“Sekarang, anak muda di Bone lebih banyak hidup di dunia maya, seringnya mereka sibuk dengan HP,” ujarnya.

Fenomena ini juga terlihat dari banyaknya warkop dan kafe di Bone yang dipenuhi kalangan muda, bahkan pada jam kerja.

Hal ini menjadi tantangan besar bagi Pemkab Bone, terutama karena stigma negatif terhadap profesi petani yang masih ada di masyarakat, di mana petani dianggap sebagai golongan masyarakat bawah.

Stigma ini, menurut survei BPS, turut berkontribusi pada tingginya angka kemiskinan di kalangan petani Bone, yang akhirnya membuat anak muda enggan memilih bertani sebagai profesi.

Menurut Ade Fariq, pemimpin daerah yang baru nanti diharapkan dapat mendorong investasi di bidang sumber daya manusia (SDM) untuk memecahkan masalah ini.

“Penting untuk memperbaiki SDM dulu, bukan hanya infrastruktur. Investasi di SDM akan memberikan manfaat jangka panjang,” tandasnya.