Pintasan.co, Yogyakarta – Yogyakarta tidak hanya terkenal sebagai destinasi wisata populer, tetapi juga sebagai kota yang kaya akan sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia.

Di area Jalan Kolonel Sugiyono Brontokusuman, yang terletak dekat dengan Keraton Yogyakarta akan menemukan Museum Perjuangan Yogyakarta yang menyimpan berbagai koleksi bersejarah terkait perjuangan bangsa Indonesia.

Museum Perjuangan Yogyakarta merupakan salah satu simbol sejarah penting yang mengingatkan kita akan Hari Kebangkitan Nasional, yang dicetuskan oleh Dr. Sutomo pada 20 Mei 1908.

Pada tanggal tersebut, lahirlah pergerakan Budi Utomo yang didirikan oleh beliau bersama para mahasiswa STOVIA Jakarta, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Sebagai bentuk penghormatan pemerintah untuk mengenang setengah abad Hari Kebangkitan Nasional, Museum Perjuangan Yogyakarta didirikan.

Pembangunannya dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Sri Paku Alam VIII pada 29 Juni 1961, dan selesai pada tahun 1963.

Bangunan museum ini menggabungkan unsur arsitektur kekaisaran Romawi Kuno dan bentuk candi di bagian bawahnya.

Desain bangunannya berbentuk melingkar seperti silinder, yang dikenal dengan sebutan Ronde Tempel. Atap gedung museum menyerupai topi baja dengan lima bambu runcing yang berdiri di atas bola dunia.

Desain arsitektur Museum Perjuangan Yogyakarta menggabungkan gaya kekaisaran Romawi Kuno dan Candi Mataram Hindu.

Bangunan museum memiliki ciri khas berbentuk melingkar seperti silinder, yang disebut Ronde Tempel. Sebutan ini merujuk pada relief-relief perjuangan Indonesia yang mengelilingi bagian bawah atap bangunan.

Relief tersebut menggambarkan perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia secara kronologis, dimulai dari berdirinya Budi Utomo hingga terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta patung wajah para pahlawan nasional.

Pintu masuk utama bagi pengunjung terletak di bagian depan gedung dan langsung menuju lantai II. Di lantai ini, pengunjung dapat melihat interior museum yang dilengkapi dengan 45 jendela, yang berfungsi sebagai jalur masuk cahaya matahari.

Salah satu sudut ruangan ini juga terlihat anak tangga yang menuju lantai dasar. Lantai dasar ini sebelumnya digunakan sebagai Museum Sandi Negara, yang menyimpan berbagai koleksi terkait persandian.

Di lantai utama, terdapat berbagai koleksi sejarah perjuangan, seperti meja dan peralatan makan yang pernah digunakan oleh Presiden Soekarno, sepeda tua, alat komunikasi radio perjuangan, serta tas milik Bung Hatta.

Baca Juga :  Batagor dan Minuman Instan di Depan Warung Sederhana

Secara keseluruhan, bangunan Museum Perjuangan memiliki makna yang sejalan dengan tujuan pendiriannya.

Detail bangunan Museum Perjuangan

Gedung ini berbentuk silinder dengan diameter 30 meter dan tinggi 17 meter, menggabungkan elemen arsitektur Romawi Kuno dan desain timur, yang dikenal dengan sebutan ronde tempel.

Di kedua sisi pintu masuk museum, terdapat hiasan makara yang berbentuk binatang laut.

Atap bangunan berbentuk topi baja ala Amerika, dengan puncaknya dihiasi lima bambu runcing yang tegak berdiri di atas bola dunia. Bola dunia itu sendiri terletak di atas lima buah anak tangga.

Di atas pintu masuk museum, terdapat hiasan berbentuk binatang dengan sudut delapan, yang di tengahnya terdapat peta kepulauan Indonesia.

Di bawahnya, ada candra sengkala karya R.M. Kuswaji Kawindro Susanto yang berbunyi: “Anggatra Pirantining Kusuma Nagara,” yang merujuk pada tahun pendirian museum, yaitu 1959.

Di depan pintu masuk terdapat 17 anak tangga, sementara daun pintu masuk berjumlah 8 buah. Jendela-jendela yang mengelilingi dinding luar museum dipisahkan oleh pilar-pilar yang dihiasi ukiran lung-lungan, yang menyerupai api abadi, berjumlah 45 buah.

Museum ini juga dilengkapi dengan 10 patung kepala pahlawan nasional serta 37 relief yang menggambarkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, mulai dari masa pergerakan nasional hingga pemulihan kedaulatan pada tahun 1950.

Bentuk keseluruhan bangunan ini memiliki makna simbolis yang menggambarkan bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan bangsa sendiri, bukan sebagai pemberian dari bangsa lain.

Masyarakat Indonesia diartikan sebagai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Jumlah anak tangga, daun pintu, dan jendela melambangkan tanggal, bulan, dan tahun kemerdekaan.

Hiasan pilar pemisah jendela juga memiliki makna simbolis yang menggambarkan semangat bangsa Indonesia yang tak pernah padam dalam memperjuangkan, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.