Pintasan.co, Sleman – Wacana untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali muncul dan memicu perdebatan di berbagai kalangan.
Usulan ini pertama kali disampaikan oleh Ketua Umum Golkar dan kemudian mendapat dukungan dari Presiden RI, Prabowo.
Alasan di balik usulan ini mencakup efisiensi biaya, pengurangan potensi konflik horizontal, serta peningkatan efektivitas pemerintahan.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang berpendapat bahwa perubahan ini dapat mengurangi partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi dan membuka peluang lebih besar bagi praktik politik transaksional.
Polemik ini memerlukan kajian mendalam untuk memastikan bahwa sistem pilkada yang diterapkan dapat mencerminkan prinsip demokrasi dan melindungi kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona, memberikan kritik tajam terhadap wacana ini.
Ia menyebutkan bahwa ini adalah indikasi jelas kemunduran demokrasi di Indonesia.
Yance beranggapan bahwa ini merupakan gejala yang semakin nyata dari kemunduran demokrasi di Indonesia.
Ia bahkan menyatakan bahwa jika ide ini diterapkan, itu akan menjadi langkah awal untuk merusak lembaga-lembaga demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi.
Dampak Pilkada diserahkan kepada DPRD
Dia berpendapat bahwa akan ada banyak dampak negatif jika pemilihan kepala daerah diserahkan kembali kepada DPRD.
Pertama, dari sudut pandang politik hal ini akan menghapuskan hak politik warga untuk memilih pemimpin daerah.
“Dalam 20 tahun terakhir, banyak pemimpin daerah baik yang lahir karena dipilih langsung oleh rakyat,” kata Yance.
Menurut Yance, munculnya wacana perubahan sistem pilkada ini mencerminkan lemahnya komitmen dari mereka yang terpilih melalui proses demokrasi.
“Bukannya melembagakan demokrasi, tetapi sebaliknya malah mematikan proses-proses demokratis yang tadinya memungkin mereka untuk duduk di kekuasaan tersebut,” tambah dia.
Kedua, faktor penentu dalam pemilihan kepala daerah akan dipengaruhi oleh partai politik.
Partai politik di Indonesia cenderung sangat sentralistik, sehingga keputusan yang diambil oleh DPP akan diikuti oleh anggota partai di daerah.
Akibatnya, proses pemilihan kepala daerah akan menjadi terpusat dan lebih menguntungkan bagi partai-partai besar.
“Jadi, partai-partai menengah dan kecil mestinya tidak ikut dalam wacana untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD karena mereka tidak akan dapat apa-apa nanti,” papar Yance.
Selain itu, salah satu alasan munculnya wacana perubahan sistem pilkada ini berkaitan dengan penghematan dana pilkada serta upaya untuk menghentikan praktik politik uang yang sering terjadi selama masa kampanye.
Namun, Yance menyatakan bahwa hal tersebut bukanlah isu utama.
Ia menjelaskan bahwa efisiensi seharusnya bisa dilakukan pada anggaran politik, contohnya dengan mengurangi biaya perjalanan dinas untuk penyelenggara atau rapat-rapat rutin yang diadakan selama periode pilkada.
Dana yang telah berhasil dihemat diharapkan dapat lebih banyak dialokasikan untuk pengawasan dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di masing-masing wilayah.
Daripada mengusulkan perubahan sistem pilkada, Yance berpendapat masalah ini bisa diselesaikan jika pemerintah meningkatkan efisiensi anggaran dan bertindak tegas terhadap pelaku politik uang melalui lembaga-lembaga yang sudah ada.
Yance juga menilai bahwa masyarakat perlu memberikan tekanan yang kuat, karena upaya untuk mengubah sistem pilkada ini hanya merupakan dalih untuk mengurangi peran suara rakyat dan memusatkan kekuasaan.
Ia juga mengungkapkan situasi politik saat ini yang mencakup kasus-kasus aparat negara yang seharusnya bersikap netral, namun dalam beberapa kesempatan malah menunjukkan keberpihakan dengan terlibat dalam kampanye dan mempengaruhi pemilihan calon kepala daerah yang diinginkan.
Kondisi ini tentu akan semakin rumit jika wacana perubahan sistem pilkada disetujui.
“Ke depan akan sangat mudah bagi pemerintah untuk menentukan siapa yang menjadi kepala daerah sehingga rakyat perlu menyuarakan itu,” pungkasnya.