Pintasan.co, Jakarta – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mengajukan permintaan kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) untuk menghapus sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). 

Namun, hal ini mendapat tanggapan dari Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, yang menilai bahwa sistem zonasi masih sangat relevan untuk mendorong pemerataan kualitas dan fasilitas pendidikan di seluruh Indonesia.

Menurut Indraza, Ombudsman sebagai lembaga pengawas pelayanan publik yang rutin memantau pelaksanaan PPDB, menilai bahwa sistem zonasi yang diterapkan sejak 2017 merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan dalam penyebaran dan kualitas pendidikan di Indonesia. 

“PPDB tidak hanya menyasar kota besar, tetapi juga daerah yang masih memiliki tantangan besar dalam mengakses pelayanan pendidikan, seperti daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar),” ujar Indraza. 

Hal ini menunjukkan bahwa zonasi berfungsi untuk memberikan kesempatan yang lebih adil bagi daerah-daerah yang selama ini kurang terjangkau oleh layanan pendidikan berkualitas.

Indraza menjelaskan bahwa tujuan dari PPDB adalah untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, yang memastikan setiap warga negara dapat mengakses pendidikan secara adil dan merata. 

Ia juga menguraikan sejumlah masalah utama yang masih dihadapi dalam pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, seperti ketimpangan kualitas dan persebaran satuan pendidikan, ketidakseimbangan penerapan standar pelayanan pendidikan, serta masalah dalam pemetaan sebaran satuan pendidikan dan daya tampung sekolah. 

Selain itu, ia mencatat bahwa pengawasan yang belum optimal dari kepala daerah dan masalah terkait Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) turut memperburuk situasi.

Penghapusan Sistem Zonasi

Indraza juga menyoroti potensi dampak negatif jika sistem zonasi dihapuskan, yaitu munculnya kembali fenomena sekolah favorit yang hanya menguntungkan sebagian pihak dan akan memperburuk ketimpangan kualitas pendidikan di Indonesia. 

“Sekolah favorit mungkin menguntungkan bagi sebagian pihak, tetapi penghapusan zonasi akan membuat ketimpangan ini menjadi masalah sistemik yang terus berlanjut,” tegasnya. 

Dengan demikian, ia menekankan bahwa penghapusan sistem zonasi bisa memperburuk ketidakmerataan akses pendidikan yang sudah ada.

Baca Juga :  Bonus Demografi di Indonesia: Peluang Emas atau Tantangan di Era Perubahan?

Sebagai alternatif, Indraza menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada penyelesaian akar masalah dalam pendidikan nasional, daripada mengganti sistem PPDB. 

Ombudsman merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk memperbaiki kualitas dan pemerataan pendidikan, seperti melakukan pemetaan yang lebih tepat mengenai sebaran satuan pendidikan negeri dan swasta di setiap jenjang, memetakan jumlah calon peserta didik di setiap wilayah, serta menyediakan satuan pendidikan yang lebih merata.

Solusi lainnya termasuk membangun sekolah baru atau bekerja sama dengan sekolah swasta untuk menciptakan pemerataan.

Indraza juga menekankan pentingnya penerapan standar pelayanan pendidikan yang seragam di setiap sekolah dan pengoptimalan peran pemangku kepentingan dalam pelaksanaan PPDB di tingkat pusat maupun daerah. 

Selain itu, komitmen bersama untuk menciptakan PPDB yang jujur dan berintegritas juga harus diperkuat.

Saat ini, Ombudsman sedang memfinalisasi hasil pengawasan PPDB selama periode 2021-2024, termasuk rekomendasi yang akan segera disampaikan kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. 

“Pendidikan, sebagai pelayanan dasar, hendaknya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal diperlukan ada perubahan, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam dan tetap memperhatikan pendapat dari berbagai pihak,” tutup Indraza.