Pintasan.co, Jakarta – Keterwakilan perempuan dalam kabinet pemerintahan merupakan salah satu indikator penting dari kesetaraan gender dalam negara.
Namun, jika kita melihat perbandingan antara Kabinet Merah Putih yang baru saja dilantik dengan Kabinet Indonesia Maju di era Presiden Joko Widodo, kita bisa melihat adanya kemunduran dalam hal ini.
Meskipun ada harapan besar untuk mencapai keseimbangan gender yang lebih baik, kenyataannya keterwakilan perempuan dalam kabinet baru sangat minim, bahkan turun signifikan dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
Pada Kabinet Merah Putih Prabowo, hanya ada lima perempuan dari total 53 menteri, yang berarti hanya sekitar 9%. Ini jelas jauh dari ideal 30% keterwakilan perempuan yang sering kali digadang-gadang dalam berbagai diskursus kesetaraan gender.
Di sisi lain, Kabinet Indonesia Maju pada era Jokowi memiliki lima perempuan dari 34 menteri, mencapai sekitar 14,7%.
Meskipun ini juga belum memenuhi target, angka ini menunjukkan upaya yang lebih besar untuk memberi ruang bagi perempuan dalam pengambilan keputusan politik dan kebijakan publik.
Keterwakilan perempuan dalam kabinet bukan sekadar masalah kuantitatif, tetapi juga masalah kualitas kebijakan.
Kehadiran perempuan di posisi strategis memberikan perspektif yang berbeda, lebih inklusif, dan mampu menciptakan kebijakan yang lebih merespon kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
Perempuan, dengan berbagai latar belakang dan pengalaman hidupnya, memiliki cara pandang yang bisa memberikan solusi yang lebih holistik terhadap berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan politik.
Namun, penurunan jumlah perempuan dalam kabinet Prabowo menandakan ada ketidakkonsistenan dalam komitmen pemerintah terhadap kesetaraan gender.
Hal ini dapat menjadi cermin dari kesadaran politik yang masih rendah dalam merespons kebutuhan akan representasi perempuan dalam kepemimpinan.
Kita tidak bisa hanya mengandalkan peraturan atau deklarasi semata, tetapi juga harus ada kebijakan dan komitmen yang kuat untuk menjadikan hal ini sebagai bagian integral dalam pembangunan negara.
Langkah strategis untuk meningkatkan keterwakilan perempuan
Untuk itu, langkah-langkah strategis perlu diambil agar keterwakilan perempuan dalam kabinet bisa meningkat.
Pertama, perlu ada penetapan kuota minimal 30% bagi perempuan di kabinet, yang sudah menjadi standar global dalam mendorong kesetaraan gender.
Kedua, penting bagi partai politik dan pemerintah untuk memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi perempuan agar mereka siap menduduki posisi-posisi penting dan memimpin kementerian-kementerian strategis.
Selain itu, kesadaran dan komitmen politik yang lebih kuat dari seluruh elemen pemerintahan untuk mendukung keterwakilan perempuan harus terus diperkuat.
Pemerintah juga perlu memiliki mekanisme monitoring dan evaluasi untuk menilai sejauh mana kebijakan ini diterapkan, dengan tujuan agar tidak hanya sekadar wacana, tetapi menjadi langkah nyata dalam menciptakan pemerintahan yang lebih adil dan merata.
Di tengah tuntutan untuk memajukan kesetaraan, kita tidak boleh melupakan peran penting perempuan dalam membawa perubahan positif di dunia politik dan pemerintahan.
Dengan lebih banyak perempuan dalam kabinet, diharapkan kebijakan yang dihasilkan akan lebih mewakili kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya setengahnya.
Penulis: Andi Yuni Elfira, Badko hmi sulawesi selatan