Pintasan.co, Jakarta – Lebih dari 80 orang dilaporkan tewas di timur laut Kolombia setelah pemerintah gagal mencapai kesepakatan damai dengan Tentara Pembebasan Nasional (ELN).

Seperti dikutip dari The Washington Post, William Villamizar, Gubernur Santander Utara, menyebutkan bahwa serangan oleh kelompok bersenjata tersebut juga menyebabkan 20 orang terluka.

Korban tewas termasuk pemimpin masyarakat Carmelo Guerrero dan tujuh orang yang terlibat dalam upaya perjanjian damai, menurut laporan dari badan ombudsman pemerintah Kolombia pada Sabtu (18/1) malam.

Serangan dilaporkan terjadi di berbagai kota di wilayah Catatumbo dekat perbatasan Venezuela, dengan tiga anggota tim perundingan damai dilaporkan diculik.

Kekerasan ini memaksa ribuan warga mengungsi, sebagian besar bersembunyi di pegunungan lebat atau mencari perlindungan di penampungan yang disediakan pemerintah.

“Catatumbo butuh bantuan,” kata Villamizar dalam pidato publiknya pada hari Sabtu.

“Anak laki-laki, anak perempuan, orang muda, remaja, seluruh keluarga datang tanpa membawa apa pun, naik truk, truk sampah, sepeda motor, apa pun yang mereka bisa, dengan berjalan kaki, untuk menghindari menjadi korban konfrontasi ini,” imbuhnya.

Motif serangan kelompok bersenjata

Serangan kelompok bersenjata tersebut terjadi setelah pemerintah Kolombia kembali menangguhkan perundingan damai dengan Tentara Pembebasan Nasional (ELN) pada Jumat (17/1), penangguhan kedua dalam waktu kurang dari setahun.

Pemerintah menuntut agar ELN menghentikan semua aksi kekerasan dan mengizinkan otoritas memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut.

Di wilayah Catatumbo, ELN juga terlibat bentrokan dengan mantan anggota Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), kelompok gerilya yang dibubarkan setelah menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah pada 2016.

Kedua kelompok bersenjata saling berebut kendali atas wilayah perbatasan strategis yang dikenal dengan perkebunan daun koka.

Baca Juga :  Tasyakuran HUT ke-79 Brimob di Yogyakarta, Gubernur dan Pejabat Daerah Hadiri Acara

Dalam pernyataan yang dirilis pada Sabtu, ELN menyatakan bahwa mereka telah memperingatkan mantan anggota FARC untuk menghentikan serangan terhadap warga, memperingatkan bahwa jika tindakan itu terus berlanjut, “konfrontasi bersenjata tak bisa dihindari.”

ELN juga menuduh mantan pemberontak FARC terlibat dalam sejumlah pembunuhan, termasuk kasus tragis pada 15 Januari 2025, yang menewaskan pasangan suami istri dan bayi mereka yang baru berusia sembilan bulan.

Pada Minggu (19/1), militer Kolombia melaporkan telah berhasil menyelamatkan seorang pemimpin komunitas lokal dan kerabatnya yang menjadi korban penyiksaan ELN. Namun, puluhan orang lainnya masih menunggu untuk diselamatkan.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Kolombia Iván Velásquez dijadwalkan mengunjungi Cúcuta, kota di timur laut Kolombia, di tengah persiapan pengiriman 10 ton makanan dan perlengkapan kebersihan bagi sekitar 5.000 orang yang mengungsi di wilayah Ocaña dan Tibú akibat aksi kekerasan.

ELN telah lima kali mencoba berunding dengan pemerintahan Presiden Kolombia Gustavo Petro, tetapi semua upaya menemui jalan buntu akibat rangkaian serangan.

Kelompok ini menuntut pengakuan sebagai organisasi pemberontak politik, sebuah tuntutan yang menuai kritik karena dianggap berpotensi membahayakan stabilitas nasional.