Pintasan.co, Bantul – Kontrak pembangunan Jembatan Pandansimo, yang menghubungkan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo, disebut-sebut sudah selesai sejak beberapa waktu lalu.

Hal itu disampaikan oleh Pengawas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.4 DIY, Vederieq Yahya.

“Pembangunan Jembatan Pandansimo ini secara kontrak sudah selesai, kami tinggal menunggu instruksi dari (pemerintah) pusat untuk kapan bisa dioperasikan,” katanya kepada awak media, di Jembatan Pandansimo, Senin (30/6/2025).

Ia menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih mengajukan surat kepada pemerintah pusat untuk mendapatkan kejelasan terkait waktu peresmian dan penggunaan Jembatan Pandansimo oleh masyarakat. Namun hingga kini, belum ada kepastian atau arahan resmi yang diberikan oleh pemerintah pusat mengenai hal tersebut.

“Jembatan ini dibangun sekitar 18 bulan dengan menggunakan teknologi. Teknologi yang kami pakai berupa corrugated steel plate (CSP). Jadi CSP itu adalah lengkung baja gelombang yang kita pakai disini sekitar 27 span, diameter yang bermacam-macam,” papar dia.

Kemudian, terdapat lead rubber bearing (LRB) atau bantalan karet sebagai peredam apabila terjadi gempa dan likuifaksi.

LRB itu dapat menyerap energi gempa dan mengurangi gaya yang diteruskan ke struktur jembatan, sehingga dapat mengurangi deformasi dan risiko kegagalan struktural, serta memperpanjang umur struktur.

“Kalau ini (LRB Jembatan Pandansimo) kita belum ada (alat ukur tahan gempa berapa skala richter). Itu kan ranahnya perencanaan ya. Tapi intinya jembatan ini sudah bisa untuk meredam gempa dan likuifaksi,” tuturnya.

Jembatan ini dilengkapi dengan teknologi mechanically stabilized earth wall (MSE Wall) yang berfungsi sebagai dinding penahan tanah pada area jalan pendekat, guna mengatasi keterbatasan lahan.

Penggunaan MSE Wall dinilai lebih efisien karena proses pemasangannya lebih cepat berkat sistem modular. Selain itu, konstruksinya lebih ringan, fleksibel terhadap pergeseran tanah, dan memiliki ketahanan gempa yang lebih baik dibandingkan dengan dinding beton konvensional.

Tak hanya itu, jembatan yang memiliki panjang 2,3 kilometer dan lebar 24 meter ini juga memanfaatkan teknologi mortar busa sebagai material pengisi ringan.

Baca Juga :  Dalam Rangka Memperingati Hari Jadi ke-194, Pemkab Bantul Akan Gelar Sejumlah Rangkaian Acara

Teknologi ini berguna untuk mengurangi beban pada struktur, mempercepat proses konstruksi, menurunkan tekanan tanah, serta mampu meredam energi getaran akibat gempa atau kejadian sejenis.

“Selain ada empat teknologi itu, jembatan ini juga dilengkapi dengan tiga plaza. Nah, sekarang, kita ini berdiri di plaza B. Kalau dari ST awal atau dari arah Kulon Progo itu ada plaza A, kemudian plaza B dan ujung itu plaza C. Harapannya, di tempat-tempat ini (tiga plaza) teman-teman atau masyarakat bisa menggunakannya untuk area terbuka, tapi khusus pejalan kaki,” jelasnya.

Jembatan yang dibangun menggunakan dana APBN sebesar Rp863,729 miliar ini dilengkapi dengan kamera pengawas (CCTV) dan sistem pengeras suara untuk memantau aktivitas masyarakat di sekitarnya.

Hal ini dilakukan karena area tersebut tidak diperbolehkan digunakan untuk berhenti, baik oleh pedagang maupun pengemudi. Jika ditemukan pelanggaran, maka akan diberikan peringatan langsung melalui pengeras suara yang telah terpasang.

“Nanti kita ada penjagaan baik dari CCTV maupun penjaga kita ada untuk yang mengawasi. Ketika ketangkap, tentu diberikan peringatan. Kita ada beberapa (pengeras suara) yang dipasang di beberapa titik. Dan pedestrian Jembatan Pandansimo diciptakan untuk jalan kaki. Jadi sepanjang pedestarian dari ujung ST awal sampai ujung akhir bisa dilewati,” jelasnya.

Masyarakat yang ingin merasakan suasana di Jembatan Pandansimo dapat menyusurinya dengan berjalan kaki melalui jalur pedestrian yang telah disediakan.

Dengan demikian, pengunjung yang datang menggunakan kendaraan diharapkan memarkirkannya di lokasi penitipan yang tersedia di sekitar area jembatan.

“Kami harap, masyarakat dapat mentaati aturan yang telah diberikan. Karena jembatan ini akan memberikan dampak positif, yakni mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah pesisir pantai utara Jawa dengan selatan Jawa. Kemudian, dapat menghemat nilai waktu kendaraan, membuka akses lahan pertanian, dan lain sebagainya,” tandas dia.