Pintasan.co, Makassar – Perubahan kebijakan dalam sistem pengadaan barang dan jasa (barjas) yang diterapkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, mulai menunjukkan dampaknya terhadap layanan publik, khususnya di sektor kesehatan.
Beberapa rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulsel mengalami kekosongan obat, termasuk RSUD Labuang Baji di Makassar.
Sekretaris Komisi E DPRD Sulsel, dr. Fadli Ananda, menjelaskan bahwa kekosongan tersebut disebabkan oleh perubahan alur pengadaan.
Bila sebelumnya rumah sakit dapat langsung memesan obat ke pihak vendor, kini seluruh proses harus melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) serta Biro Barjas Provinsi.
“Aturan baru ini membuat proses pengadaan menjadi lebih lambat. Hal ini sempat menimbulkan kekosongan obat di rumah sakit milik pemprov,” ujarnya, Kamis (29/5).
Politisi dari PDI Perjuangan tersebut menekankan bahwa keselamatan pasien tidak boleh dikorbankan akibat lambatnya alur pengadaan.
Ia mengusulkan agar personel dari tim pengadaan provinsi bisa ditempatkan langsung di rumah sakit untuk mempercepat proses tersebut.
“Keselamatan pasien harus jadi yang utama. Tim barjas perlu standby di setiap RSUD,” tegasnya.
Fadli juga menyatakan kekhawatirannya bahwa sistem baru ini berpotensi mengganggu pelayanan medis secara menyeluruh.
“Kalau sampai terlambat sedikit saja, akibatnya bisa fatal. Apalagi sistem pengadaan rumah sakit idealnya berjalan per bulan,” jelasnya.
Terpaksa Pinjam Obat ke Fasilitas Lain
Situasi kekosongan ini juga dibenarkan oleh Kepala Bidang Farmasi dan Peralatan Medis RSUD Labuang Baji, Salman.
Ia menyebut bahwa beberapa waktu lalu, obat-obatan untuk pasien rawat jalan sempat habis sehingga pihak rumah sakit terpaksa meminjam stok dari apotek dan rumah sakit lainnya.
“Kemarin memang sempat kosong. Ini karena sekarang pengadaan dilakukan lewat Biro Barjas Pemprov,” ujarnya.
Salman menjelaskan bahwa sebelumnya rumah sakit bisa memproses pembelian sendiri melalui sistem e-purchasing.
Namun kini, semua tahapan harus dialihkan ke tingkat provinsi, yang membuat proses menjadi lebih lambat.
Meski begitu, ia memastikan bahwa obat-obatan untuk kondisi darurat tetap tersedia dan menjadi prioritas utama.
“Obat emergency tetap jadi perhatian utama kami. Itu tidak boleh kosong sama sekali,” katanya.
Direktur RSUD Labuang Baji, Rachmawati, turut membenarkan adanya kendala distribusi obat.
Namun ia menegaskan bahwa pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasa, meski dengan keterbatasan stok.
“Ada keterlambatan dalam distribusi obat, tapi kami pastikan layanan kesehatan tetap berlanjut,” tandasnya.