Pintasan.co, Jakarta – Ribuan pekerja di sektor industri padat karya mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di awal tahun 2025.
Meskipun demikian, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menilai bahwa fenomena ini perlu dilihat secara menyeluruh, termasuk dengan mencermati penciptaan lapangan kerja baru.
“Jika kita melihatnya secara keseluruhan, ada penciptaan lapangan kerja baru yang mungkin menggantikan yang hilang. Jadi, mari fokus pada penciptaan lapangan kerja baru,” ujar Hasan di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
“Coba saja cek, apakah jumlah penciptaan lapangan kerja baru lebih besar daripada PHK yang terjadi,” lanjutnya.
Hasan juga menyebutkan bahwa peningkatan Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia dari 51 menjadi 53 pada Februari 2025 menunjukkan tren positif dalam penciptaan lapangan kerja.
“Jika PMI naik, itu artinya penciptaan lapangan kerja baru kita berjalan dengan baik,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah telah menyiapkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk membantu pekerja yang terkena dampak PHK.
Mengenai PHK di PT Sritex Group, Hasan menyebutkan bahwa pemerintah sudah menyiapkan langkah-langkah penanganan yang sesuai.
“Untuk kasus di Sritex, sudah ada skema penanganan yang diumumkan untuk menyelamatkan mereka,” tambahnya.
Gelombang PHK Meluas
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaporkan bahwa sejumlah perusahaan manufaktur telah melakukan PHK massal sejak awal 2025.
Beberapa di antaranya adalah:
- Sanken Indonesia: Hampir 1.000 pekerja terkena dampak penutupan pabrik.
- Yamaha Music Indonesia: Lebih dari 1.000 pekerja di PHK akibat relokasi pabrik ke China.
- PT Tokay Bekasi: Ratusan pekerja terkena PHK.
- PT Sritex Group: Mem-PHK 10.669 pekerja pada Januari dan Februari 2025.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa sekitar 3.000 pekerja di sektor otomotif, terutama pabrikan truk dan dump truck, juga terancam PHK karena meningkatnya impor truk dari China.
“Jumlah pekerja yang terkena PHK sejak Januari-Februari 2025 sudah sekitar 3.000 orang, dan jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah,” kata Iqbal.
Ia juga mengkritik pemerintah yang dianggapnya belum cukup berupaya untuk mencegah terjadinya PHK massal ini, dan menyebut beberapa menteri terkait seperti Menteri Investasi, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Koordinator Perekonomian sebagai pihak yang bertanggung jawab.
PMI Manufaktur Naik, Industri Masih Ekspansif
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian melaporkan bahwa industri manufaktur Indonesia menunjukkan tren positif pada awal kuartal pertama 2025.
Berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia naik menjadi 53,6 pada Februari 2025, meningkat 1,7 poin dibandingkan bulan Januari yang tercatat di angka 51,9.
PMI yang berada di atas angka 50 menunjukkan adanya ekspansi dalam sektor ini.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebutkan bahwa ekspansi ini merupakan yang tertinggi dalam 11 bulan terakhir, dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) juga mengalami peningkatan ke level 53,15.
“Ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur terus berkembang dengan optimisme yang tinggi di awal tahun,” ujar Agus di Jakarta, Senin.
Meskipun tantangan politik dan ekonomi global tetap ada, sektor manufaktur Indonesia menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi.
Bahkan, PMI Indonesia mengungguli beberapa negara seperti Amerika Serikat (51,6), Taiwan (51,5), Filipina (51,0), China (50,8), Thailand (50,6), Malaysia (49,7), Vietnam (49,2), Jepang (48,9), Myanmar (48,5), Jerman (46,1), dan Inggris (46,4).
“Indonesia mencatatkan pertumbuhan PMI tertinggi di ASEAN, bahkan melampaui negara-negara manufaktur global yang masih berada dalam fase kontraksi,” kata Agus.