Pintasan co, Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berkomitmen mengedepankan pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan persoalan hukum.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan, penerapan pendekatan ini menunjukkan hasil positif dengan peningkatan jumlah kasus yang diselesaikan melalui mekanisme tersebut.

“Pada 2023, terdapat 18.175 perkara yang diselesaikan dengan restorative justice. Angka ini meningkat menjadi 21.063 perkara pada 2024,” ujar Listyo saat memberikan keterangan dalam Rilis Akhir Tahun Polri 2024 di Mabes Polri, Selasa (31/12/2024).

Pendekatan ini diharapkan dapat mewujudkan penegakan hukum yang lebih berkeadilan dengan fokus pada pemulihan keadaan.

Selain itu, pendekatan restorative justice juga berdampak positif terhadap penghematan anggaran negara, khususnya di bidang penegakan hukum.

“Dengan pendekatan ini, anggaran untuk penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, hingga pembinaan di lembaga pemasyarakatan dapat dihemat,” tambah Listyo.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa pendekatan ini tidak diterapkan pada kasus-kasus tertentu, seperti kejahatan yang mengganggu ketertiban umum, merugikan keuangan negara, atau menyasar masyarakat kecil dan kelompok rentan.

“Kejahatan yang meresahkan masyarakat akan tetap ditindak tegas sesuai peraturan yang berlaku,” ujar Listyo.

Selain itu, Listyo melaporkan penurunan angka kejahatan sebesar 4,23 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2024, tercatat 325.150 perkara, turun dari 339.537 perkara pada 2023.

Tingkat penyelesaian perkara juga meningkat menjadi 75,34 persen dari sebelumnya 74,25 persen.

Kapolri menegaskan, penegakan hukum tetap menjadi upaya terakhir, dengan mendahulukan penyelesaian melalui pendekatan yang memprioritaskan keadilan bagi semua pihak.

“Polri akan terus berupaya agar setiap proses hukum berorientasi pada pemulihan keadaan semula,” pungkasnya.

Baca Juga :  Sentralisasi Kewenangan Energi, Migas dan Pertambangan Dinilai Bertentangan dengan Prinsip Keadilan dalam UUD 1945