Pintasan.co, Jakarta – Pada peringatan HUT ke-17 Partai Gerindra, Presiden sekaligus Ketua Umum DPP Gerindra, Prabowo Subianto, mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap upaya adu domba yang dilakukan oleh pihak asing.

“Jika ada yang mencoba menghasut atau memprovokasi, kita harus tetap berhati-hati. Ini adalah usaha kekuatan asing yang ingin memecah belah negara kita,” ujar Prabowo.

Pada tahun 2025, pemerintahan Prabowo berencana menggunakan anggaran yang efisien untuk mendanai 15 megaproyek hilirisasi dengan nilai mencapai miliaran dolar.

Tujuan dari proyek-proyek tersebut adalah untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dengan menambah nilai pada sumber daya alam (SDA).

Namun, langkah ini dianggap mengancam kepentingan asing dan segelintir oknum di dalam negeri, yang memicu gelombang demonstrasi besar-besaran yang disebut “Indonesia Gelap.”

Dalam aksi tersebut, sejumlah tuntutan disuarakan, termasuk penolakan terhadap kebijakan kontroversial Prabowo.

Beberapa di antaranya adalah pembatalan pemangkasan anggaran, pembatalan proyek strategis nasional (PSN) yang bermasalah, dan penghapusan multifungsi ABRI.

Beberapa pihak juga dituduh terlibat dalam aksi tersebut.

“Sayangnya, aksi mahasiswa kini dimanfaatkan oleh organisasi-organisasi NGO yang dibiayai oleh pihak asing. Mereka sudah lama berupaya untuk memecah belah bangsa ini,” ungkap akun X Intel-Imut.

Pada Oktober 2024, diketahui bahwa beberapa NGO asing bekerja sama dengan sejumlah LSM lokal untuk mendiskreditkan dan menentang PSN melalui berbagai cara, termasuk merilis penelitian palsu, memanipulasi opini publik, dan melakukan demonstrasi dengan tujuan tertentu.

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Addin Jauharudin, menyatakan bahwa saat Indonesia mulai bangkit, pihak asing selalu berusaha menghalangi pembangunan bangsa ini.

Dimasa lalu, mereka biasa mendanai LSM lokal atau ormas melalui lembaga donor untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Namun, saat ini, situasinya berbeda. Pihak asing lebih sering menggunakan cara-cara baru, seperti menciptakan kesalahpahaman terhadap kebijakan pemerintah dengan memanfaatkan media sosial dan sumber terbuka untuk memicu kemarahan publik.

“Jika ini dibiarkan, dapat mengganggu kemajuan dan kemakmuran Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa negara-negara besar sering menggunakan isu identitas, agama, dan etnis untuk menciptakan ketidakstabilan di negara berkembang,” tegas Addin Jauharudin.

“Ini adalah saat yang tepat untuk kita semua waspada, karena beberapa strategi tersebut sudah mulai diterapkan belakangan ini,” tambahnya dalam sebuah pernyataan tertulis.

Baca Juga :  Komisi VIII DPR Sambut Ide Bangun Kampung Jemaah RI di Saudi: UU Kita Siapkan