Pintasan.co, JakartaKetua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, mengungkapkan adanya wacana penggabungan Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Rencana ini muncul dalam diskusi yang berkembang dan diharapkan akan direalisasikan pada masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Heddy Lugito, pada Jumat (27/9/2024), menuturkan bahwa saat ini terdapat dua undang-undang yang mengatur proses pemilu dan pilkada, yang masing-masing berdiri sendiri. Namun, wacana penyatuan kedua UU tersebut kini semakin menguat dan diproyeksikan akan dijadikan satu undang-undang yang lebih komprehensif untuk mengatur seluruh proses kepemiluan di Indonesia.

“Belakangan ini sedang muncul beberapa wacana, ke depan akan dilakukan penyatuan UU kepemiluan, yang sekarang ada dua, UU Pilkada dan UU Pemilu. Ke depan diwacanakan akan disatukan menjadi satu UU Pemilu,” ungkap Heddy.

Namun demikian, Heddy juga menegaskan pentingnya stabilitas dalam regulasi kepemiluan, terutama ketika tahapan pemilu atau pilkada sudah berjalan. Ia mengingatkan agar pemerintah yang baru, di bawah kepemimpinan Prabowo dan Gibran, tidak melakukan perubahan mendadak pada regulasi ketika proses pemilihan sudah dimulai.

“Kita berharap tahun ini di pemerintahan yang akan datang, akan muncul regulasi kepemiluan kita yang ajeg. Sehingga tidak mudah diubah-ubah di saat tahapan,” jelasnya.

Heddy mengkhawatirkan bahwa perubahan regulasi yang terjadi di tengah jalan dapat berpotensi mengganggu kualitas demokrasi yang sedang dibangun. Ketidakpastian dalam aturan main dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu dan pilkada, serta menimbulkan kebingungan bagi penyelenggara maupun peserta pemilu.

Menurut Heddy, salah satu indikator penting dari kualitas demokrasi adalah konsistensi regulasi dalam pelaksanaan pemilu. Ia menyayangkan fakta bahwa Indonesia, meski dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, masih belum mencapai standar demokrasi yang ideal.

Baca Juga :  Kasat Narkoba Polres Bone Dicopot Setelah Terekam Meminta Rp80 Juta dari Tersangka

“Kita menjadi negara demokrasi terbesar ketiga, tapi indeks demokrasi kita menempati ranking ke-52. Artinya apa, Pemilu kita belum dilaksanakan sesuai dengan harapan semua pihak, termasuk harapan seluruh pemimpin bangsa ini,” tegas Heddy.

Heddy menekankan bahwa wacana penggabungan UU Pemilu dan Pilkada harus diiringi dengan perencanaan yang matang serta kesepakatan bersama dari seluruh pemangku kepentingan. Jika dilakukan dengan tepat, penggabungan ini bisa menjadi langkah maju untuk memperbaiki sistem pemilihan di Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan bahwa stabilitas regulasi harus tetap menjadi prioritas untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di tanah air.

Dengan munculnya wacana ini, perhatian kini tertuju pada pemerintahan baru Prabowo-Gibran, yang diharapkan dapat membawa pembaruan dalam regulasi pemilihan, tanpa mengorbankan konsistensi dan kualitas proses demokrasi di Indonesia.