Pintasan.co, Jakarta – Ribuan demonstran memadati area di depan Balai Kota Los Angeles dalam aksi protes yang dinamakan gerakan “No Kings“, sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan Presiden Donald Trump.
Unjuk rasa ini digelar tak lama setelah pemerintah mengirim lebih dari 4.000 marinir dan pasukan Garda Nasional ke kota tersebut pada awal pekan.
Ketegangan sempat meningkat saat aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Polisi juga mengerahkan petugas berkuda guna menghalau para pengunjuk rasa.
Aksi ini menarik simpati dari berbagai kalangan, termasuk Margie Hakel, warga Pasadena, yang hadir untuk menyuarakan keprihatinannya terhadap nasib komunitas imigran di sekitarnya.
“Mereka takut. Ini bukan Amerika yang saya kenal. Saya merasa malu. Tapi saya tetap berharap pada semua orang yang menentang gerakan buruk ini,” ujar Margie, dikutip dari Metro Siang Metro TV, Senin 16 Juni 2025.
Christina Joubert, warga Los Angeles yang untuk pertama kalinya ikut demonstrasi, juga menyampaikan kekhawatirannya akan perpecahan sosial yang terjadi di bawah pemerintahan Trump.
“Saya datang untuk menunjukkan solidaritas, bukan hanya untuk Amerika, tapi untuk nilai-nilai kemanusiaan secara global. Pemimpin sejati adalah yang memperjuangkan nilai kemanusiaan,” tegasnya.
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan nasional bertajuk 50501, singkatan dari 50 negara bagian, 50 protes, dan satu tujuan. Demonstrasi serupa dijadwalkan digelar di hampir 2.000 titik di seluruh Amerika Serikat.
Para peserta membawa berbagai spanduk berisi pesan dukungan terhadap demokrasi dan hak-hak imigran, serta kritik terhadap kebijakan Trump.
Panitia juga membagikan bendera kecil AS kepada peserta sebagai simbol nasionalisme yang inklusif.
Gelombang unjuk rasa ini dipicu oleh aksi penggerebekan imigran oleh aparat federal yang mulai dilakukan sejak pekan lalu, dan memicu kecaman luas atas pendekatan imigrasi yang dianggap represif dan tidak manusiawi.