Pintasan.co, Takalar – Sekolah Dasar (SD) Negeri 59 Campagaya yang terletak di Desa Tamasaji, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, saat ini mengalami kondisi memprihatinkan.
Ruang kelas di sekolah ini tidak memiliki atap, dan perbaikan bangunan belum dapat dilakukan karena tanah tempat sekolah berdiri masih terlibat sengketa yang sudah berlangsung selama tiga tahun. Akibatnya, para siswa terpaksa belajar di teras kelas sepanjang waktu tersebut.
Pihak ahli waris yang mengklaim memiliki lahan tersebut enggan memberikan izin perbaikan bangunan sekolah sebelum pemerintah daerah menyelesaikan pembayaran atas lahan tersebut.
Guru SDN 59 Campagaya, Nuryanti, menjelaskan bahwa sekolah ini memiliki total 136 siswa, namun hanya ada dua kelas yang dapat digunakan.
Empat kelas lainnya dalam kondisi rusak parah, sehingga para murid harus belajar di bawah tenda.
“Saat hujan, anak-anak terpaksa berkumpul di salah satu kelas yang atapnya masih ada meski plafonnya sudah ambruk,” kata Nuryanti pada Rabu (15/1). “Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama saat musim hujan. Kami sangat kasihan pada anak-anak yang terpaksa belajar dalam keadaan seperti itu,” tambahnya.
Nuryanti berharap pemerintah daerah bisa segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini, agar para siswa bisa belajar dengan tenang dan nyaman.
Dia juga menyebutkan bahwa banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah ini, terbukti dengan minimnya jumlah pendaftar saat tahun ajaran baru.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, Darwis, menyatakan bahwa pihaknya tidak dapat banyak membantu karena masalah sengketa lahan ini.
Ia menjelaskan bahwa seharusnya sejak 2021 sekolah ini sudah mendapatkan program rehabilitasi dari Dana Alokasi Umum (DAU), namun terhambat oleh sengketa lahan.
“Upaya mediasi telah dilakukan, melibatkan kejaksaan untuk berkomunikasi dengan pihak ahli waris. Hasilnya, pihak ahli waris tidak keberatan lahannya digunakan untuk sekolah, asalkan tidak ada masalah dalam proses penerbitan sertifikat,” ujar Darwis.
Meski demikian, ia berharap persoalan ini bisa segera diselesaikan agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.