Pintasan.co, Jakarta – Insiden hancurnya pesawat Yemenia Airways di Bandara Internasional Sanaa pada Mei 2025 kembali membuka mata dunia terhadap kerentanan keselamatan penerbangan sipil di tengah konflik bersenjata.


Meskipun tidak ada jemaah haji yang menjadi korban jiwa dalam peristiwa tersebut, fakta bahwa pesawat pengangkut jemaah haji dapat hancur dalam serangan militer menegaskan bahwa eskalasi kekerasan bersenjata tetap membawa risiko besar bagi warga sipil yang sama sekali tidak terlibat dalam konflik.


Bandara Sanaa, yang secara resmi berstatus sebagai bandara sipil dan menjadi jalur penting untuk pengiriman bantuan kemanusiaan, mengalami kerusakan signifikan akibat serangan udara Israel terhadap fasilitas yang diduga digunakan oleh milisi Houthi.


Serangan ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya serangan rudal dan drone dari pihak Houthi terhadap Israel, yang kemudian dibalas dengan operasi militer terhadap infrastruktur strategis di Yaman.


Dalam konteks ini, meskipun pesawat jemaah bukanlah target langsung, dampak serangan tersebut tidak dapat dihindari.


Pesawat Yemenia yang rusak parah pada 6 Mei diketahui telah selesai menurunkan jemaah sekitar 45 menit sebelum serangan terjadi.


Namun, serangan ini tetap menewaskan beberapa staf dan warga sipil di bandara. Serangan susulan pada 28 Mei kembali menghancurkan satu unit pesawat Yemenia lainnya, meski tanpa memakan korban jiwa.


Rangkaian kejadian ini menimbulkan keprihatinan global, bukan hanya karena kerugian material dan korban sipil, tetapi karena potensi ancaman terhadap aktivitas kemanusiaan dan ibadah yang seharusnya dilindungi oleh hukum internasional.
Insiden ini menunjukkan bahwa infrastruktur sipil dapat dengan mudah menjadi korban dalam konflik bersenjata, bahkan ketika tidak digunakan secara eksplisit untuk tujuan militer.


Fakta bahwa bandara sipil—yang seharusnya menjadi zona netral—dapat dihantam dalam operasi militer menunjukkan bahwa perlindungan terhadap warga nonkombatan dan layanan sipil seperti penerbangan komersial masih menjadi tantangan besar dalam perang modern.

Baca Juga :  Penyebab Ketimpangan Sosial di Wilayah Indonesia Barat dan Indonesia Timur


Masyarakat internasional perlu mendorong penegakan prinsip-prinsip hukum humaniter internasional yang secara tegas melindungi fasilitas sipil, termasuk bandara dan jalur transportasi yang digunakan untuk kegiatan kemanusiaan dan keagamaan.


Perlindungan ini tidak hanya penting untuk mencegah jatuhnya korban jiwa, tetapi juga untuk menjaga keberlangsungan layanan dasar bagi warga sipil di wilayah konflik.


Melalui insiden di Sanaa, kita diingatkan bahwa keamanan dan keselamatan warga sipil, termasuk jemaah haji, tidak boleh menjadi collateral damage dari dinamika militer.


Dunia internasional dituntut untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran terhadap ruang sipil, dan harus secara aktif menegakkan norma dan regulasi yang melindungi mereka yang seharusnya tidak menjadi bagian dari konflik.
(Penglish : Umi Hanifah Content Writer Pintasan.Co)