Pintasan.co, Jakarta Tuntutan kenaikan upah minimum terus disuarakan oleh serikat buruh. Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mengungkapkan bahwa untuk tahun 2025, mereka mengusulkan kenaikan sebesar 8-10 persen.

Untuk mewujudkan hal ini, demonstrasi akan digelar di berbagai daerah mulai 24 hingga 31 Oktober 2024. Lokasi aksi akan berlangsung di kantor-kantor pemerintahan, pabrik, dan gedung legislatif.

Iqbal menjelaskan bahwa penghitungan usulan kenaikan upah tersebut tidak akan mengikuti aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51 Tahun 2023.

Menurutnya, indeks tertentu yang diatur dalam beleid itu, dengan angka 0,1-0,3, membuat kenaikan upah minimum terlalu rendah.

Selain itu, uji materi terhadap UU Cipta Kerja yang menjadi dasar PP 51/2023 masih berlangsung, dan serikat buruh meminta agar undang-undang ini dicabut, khususnya untuk klaster ketenagakerjaan dan petani.

“Dua isu utama dalam aksi kali ini adalah tuntutan kenaikan upah minimum 8-10 persen dan pencabutan UU Cipta Kerja,” ujar Iqbal dalam konferensi pers pada Jumat, 18 Oktober 2024.

Aksi tersebut akan dilaksanakan di 38 provinsi dan ratusan kabupaten/kota. Terkait mogok nasional, dijadwalkan pada 11-12 November atau 25-26 November 2024, dengan target 5 juta buruh dari 15 ribu pabrik yang akan ikut serta.

Iqbal juga menyatakan bahwa aksi ini dilandasi oleh Undang-Undang No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum serta UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Berbeda dari mogok kerja yang diatur dalam UU No.13 Tahun 2003, mogok nasional kali ini akan berfokus pada penghentian produksi di berbagai pabrik.

Said Iqbal juga mengkritik indeks yang digunakan dalam PP 51/2023 karena, menurutnya, tidak sesuai dengan kesepakatan serikat buruh.

Baca Juga :  Kronologi Kecelakaan Melibatkan Dua Mobil 1 Motor di Karangpandan Karanganyar, Empat Orang Mengalami Luka Ringan

Ia mengusulkan agar indeks tertentu ditingkatkan ke angka 1,0-1,2 guna mengurangi kesenjangan upah minimum antar daerah.

Kenaikan yang sangat kecil di tahun-tahun sebelumnya, seperti 1,58 persen di tengah inflasi 2,8 persen, dianggap tidak cukup untuk menjaga daya beli buruh.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa keputusan kenaikan upah minimum 2025 masih menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang meliputi perkembangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa pemerintah berusaha membuat kebijakan yang mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan kepentingan pengusaha, agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan ekonomi bisa terus tumbuh.

“Pemerintah memastikan bahwa perhitungan upah akan dibahas secara menyeluruh, agar tidak ada gejolak yang terjadi setelah keputusan diumumkan,” pungkasnya.