Pintasan.co, Jakarta – Pemerintah Kongo melarang demonstrasi di ibu kota, Kinshasa, setelah aksi protes besar yang menyasar kantor PBB dan beberapa kedutaan, termasuk milik Prancis dan AS.

Gubernur Kinshasa, Daniel Bumba, mengumumkan keputusan ini dalam pidatonya pada Selasa (28/1) malam, meminta warga untuk kembali menjalankan aktivitas seperti biasa.

Larangan ini mulai berlaku pada Rabu (29/1).

Setelah demonstrasi yang semakin memanas, Kedutaan Besar AS di Kinshasa ditutup, dan warga Amerika diminta segera meninggalkan Kongo.

Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Kongo, Eugenie Kamba, menuduh Rwanda berada di balik serangan terhadap kedutaan di ibu kota.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, berbicara dengan Presiden Rwanda, Paul Kagame, menekan pentingnya gencatan senjata segera di Kongo timur.

Konflik semakin memanas setelah kelompok bersenjata M23, yang diduga mendapat dukungan dari Rwanda, merebut kota-kota strategis dan mendekati Goma, ibu kota provinsi Kivu Utara.

Sejak pekan lalu, bentrokan ini telah menewaskan sedikitnya 42 orang, termasuk 17 pasukan penjaga perdamaian asing, sementara ratusan lainnya terluka.

Situasi kemanusiaan di wilayah konflik semakin memburuk, dengan lebih dari 500.000 orang mengungsi.

Menteri Luar Negeri Kongo, Therese Kayikwamba Wagner, menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa ratusan orang telah dirawat di pusat kesehatan akibat kekerasan yang berlangsung.

Sementara pasukan Kongo, yang didukung pasukan penjaga perdamaian regional PBB dan Afrika Selatan, masih berupaya mempertahankan Goma, kelompok M23 mengklaim perjuangan mereka dipicu oleh diskriminasi terhadap komunitas Tutsi di wilayah tersebut.

Pemerintah Kongo menuduh M23 mengacaukan stabilitas nasional dengan dukungan dari Rwanda, memperumit upaya perdamaian di kawasan tersebut.

Baca Juga :  Prabowo: Walaupun Beda Partai, Kita Keluarga Merah Putih