Pintasan.co, Jakarta – Swasembada pangan merupakan salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, di mana sebuah negara mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara mandiri tanpa ketergantungan pada impor.
Skema swasembada pangan mencakup berbagai upaya strategis yang melibatkan peningkatan produksi, optimalisasi sumber daya, dan penerapan teknologi pertanian modern untuk mendukung produktivitas sektor pertanian.
Selain itu, sinergi antara pemerintah, petani, dan sektor swasta menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan.
Pembahasan mengenai skema ini bertujuan untuk memahami langkah-langkah konkret yang dapat diimplementasikan dalam rangka mencapai kemandirian pangan serta menjawab tantangan yang dihadapi dalam sektor pertanian, mulai dari ketersediaan lahan, efisiensi distribusi, hingga dukungan kebijakan yang komprehensif.
Program Brigade Swasembada Pangan
Program Brigade Swasembada Pangan memberikan peluang yang menarik bagi petani muda milenial untuk meraih pendapatan signifikan melalui sistem pertanian modern.
Dengan produktivitas rata-rata mencapai 5 ton per hektare dan harga gabah sekitar Rp6.000 per kilogram, pendapatan kotor yang dihasilkan dari pengelolaan lahan dalam skala besar dapat mencapai miliaran rupiah.
Setelah dikurangi biaya operasional yang diperkirakan sebesar Rp19 juta per hektare, pendapatan bersih yang dibagi antara brigade dan pemilik lahan masih terbilang menguntungkan.
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi dan efisiensi dalam pertanian dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Skema bagi hasil 70:30 yang diterapkan dalam program ini, di mana 70 persen pendapatan diberikan kepada brigade dan 30 persen untuk pemilik lahan, dinilai cukup adil.
Selain itu, alokasi sebagian pendapatan untuk modal tanam berikutnya turut mendukung keberlanjutan usaha ini.
Jika pengelolaan dilakukan dengan optimal, pendapatan petani muda bisa mencapai Rp10 juta per bulan atau bahkan lebih.
Program ini tidak hanya mendorong kemandirian pangan nasional, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi generasi muda untuk berpartisipasi aktif di sektor pertanian yang modern dan produktif.
Pemerintah Indonesia menargetkan tercapainya swasembada pangan dalam kurun waktu 4 hingga 5 tahun ke depan, dengan tujuan ambisius menjadikan Indonesia sebagai salah satu lumbung pangan dunia.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk merealisasikan target ini melalui berbagai kebijakan strategis, seperti pengembangan food estate, peningkatan infrastruktur pertanian, serta modernisasi sektor agribisnis.
Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan produksi pangan nasional secara signifikan.
Untuk mendukung program swasembada pangan, pemerintah menyusun sejumlah langkah strategis:
- Pertama, pengembangan food estate yang difokuskan pada komoditas padi, jagung, singkong, kedelai, dan tebu dengan penambahan luas lahan hingga 4 juta hektare pada 2029.
- Kedua, penyediaan input pertanian, seperti pupuk, benih unggul, dan pestisida, dengan memastikan akses langsung bagi petani.
- Ketiga, modernisasi pertanian melalui percepatan pembangunan infrastruktur, penerapan teknologi pangan terpadu, mekanisasi, serta inovasi digital guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
- Keempat, pembangunan infrastruktur dasar berupa irigasi, jalan desa, jaringan listrik, dan internet di pedesaan, termasuk fasilitas perbaikan alat pertanian di tingkat kecamatan. Kelima, pendirian lembaga pembiayaan usaha tani untuk memudahkan petani dalam mengakses modal usaha.
Kebijakan ini diperkuat dengan percepatan distribusi pupuk bersubsidi, di mana dalam 25 hari pertama Pemerintahan Prabowo, regulasi distribusi dipangkas untuk memastikan pupuk subsidi dapat tersedia dengan cepat, khususnya menjelang awal 2025.
Swasembada pangan masih menjadi tantangan yang besar
Ambisi mewujudkan swasembada pangan di Indonesia bukanlah konsep baru, namun keberhasilannya masih menjadi tantangan besar.
Upaya sebelumnya, seperti program food estate, sering kali menemui hambatan karena kurangnya perhatian terhadap kondisi sosial budaya lokal, pengelolaan lahan yang tidak tepat, serta minimnya partisipasi aktif masyarakat.
Program semacam ini bahkan berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan, kemiskinan, dan konflik sosial jika tidak dirancang dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan.
Untuk mencapai swasembada pangan yang ideal, pemerintah perlu memastikan integrasi sistem agribisnis, memperhatikan keuntungan ekonomi bagi petani, menjaga keseimbangan ekologi, serta menghormati hak dan budaya lokal.
Selain itu, pemerintah harus mengatasi masalah serius seperti alih fungsi lahan, rendahnya regenerasi petani muda, dan keterbatasan infrastruktur irigasi yang diperparah oleh perubahan iklim.
Dengan pendekatan yang lebih terencana, inklusif, dan berbasis bukti, program swasembada pangan dapat memberikan manfaat jangka panjang tidak hanya bagi ketahanan pangan nasional, tetapi juga bagi kesejahteraan petani dan kelestarian ekosistem.
Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)