Pintasan.co, Makassar – Tim kuasa hukum Abdul Haris (40), mantan guru di Pondok Pesantren Hj Haniah Maros, Sulawesi Selatan, yang diduga terlibat kasus pelecehan terhadap santrinya, secara resmi mengajukan gugatan praperadilan.
Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Maros melalui kuasa hukumnya, Budi Minzathu.
“Kami selaku kuasa hukum Abdul Haris secara resmi telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Maros, dan permohonan tersebut sudah terdaftar,” ujar Budi pada Rabu (18/12/2024).
Langkah praperadilan ini diambil karena tim kuasa hukum menilai proses penetapan tersangka dan penahanan klien mereka oleh pihak kepolisian, dalam hal ini Satuan Unit PPA Polres Maros, tidak sesuai prosedur hukum.
“Dasar dari permohonan ini mengacu pada Pasal 1 angka 10 KUHP yang mengatur tentang sah atau tidaknya penangkapan, penghentian penyidikan, atau permintaan ganti rugi,” jelas Budi.
Budi juga menjelaskan bahwa gugatan tersebut berlandaskan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 77 mengatur mengenai keabsahan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, sedangkan Pasal 79 memungkinkan tersangka atau keluarganya untuk meminta pemeriksaan keabsahan penangkapan melalui Ketua Pengadilan Negeri.
Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 juga menjadi acuan.
Menurut Budi, penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya oleh Polres Maros dianggap melanggar ketentuan hukum dan prosedur.
“Kami menilai proses penetapan tersangka dan penahanan terhadap klien kami tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan aturan hukum, termasuk manajemen penyidikan yang diatur dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2019,” tambahnya.
Tim kuasa hukum juga menyoroti kekurangan dalam unsur pembuktian dan penggunaan alat bukti oleh penyidik. Budi mengungkapkan bahwa terdapat kejanggalan dalam proses penahanan, yang dianggap tergesa-gesa.
“Pada tanggal 4 dan 5 Desember, surat perintah penyidikan diterbitkan, dan di hari yang sama penahanan langsung dilakukan terhadap klien kami. Kami melihat ada prosedur yang dilewatkan penyidik, sehingga penahanan tersebut terkesan dipaksakan dan terburu-buru,” tegasnya.
Sebelumnya, Abdul Haris dilaporkan oleh salah satu wali santriwati ke Polres Maros pada 2 Desember 2024 atas dugaan kasus pencabulan.
Saat ini, Abdul Haris telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani proses penahanan di Polres Maros.