Pintasan.co – Serikat pekerja di Jawa Barat menyatakan penolakan terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026. Penolakan ini disertai rencana aksi demonstrasi besar dalam waktu dekat.
Ketua KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto, menegaskan bahwa penetapan UMP Jawa Barat 2026 sebesar Rp 2.317.601 dinilai tidak berpihak pada buruh. Menurutnya, besaran tersebut hanya naik 0,7 persen dari tahun sebelumnya dan menjadi salah satu yang terendah secara nasional.
“Penetapan UMP Jawa Barat hanya menggunakan faktor alfa 0,7 persen. Ini yang paling rendah di Indonesia dan sangat jauh dari kebutuhan hidup layak,” ujar Roy, Sabtu (27/12/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan kesepakatan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Kementerian Ketenagakerjaan, kebutuhan hidup layak (KHL) di Jawa Barat berada di kisaran Rp 4,1 juta. Dengan demikian, UMP yang ditetapkan saat ini dianggap tidak mencerminkan kondisi riil kebutuhan pekerja.
Selain soal UMP, serikat pekerja juga menyoroti kebijakan pemerintah provinsi terkait upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Roy menyebutkan, terdapat tujuh daerah yang usulan UMSK-nya justru dihapus, sementara 12 kabupaten/kota lainnya ditetapkan namun tidak sesuai dengan rekomendasi kepala daerah masing-masing.
“Banyak jenis industri yang diusulkan dihapus oleh gubernur, bahkan nilai upah sektoralnya juga dipangkas,” katanya.
Atas dasar itu, buruh Jawa Barat mendesak agar Gubernur Dedi Mulyadi merevisi keputusan terkait UMP dan UMSK, serta menetapkan UMSK sesuai dengan rekomendasi bupati dan wali kota. Jika tuntutan tersebut tidak direspons, serikat pekerja memastikan akan melanjutkan aksi unjuk rasa.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara resmi mengumumkan UMP Jawa Barat 2026 sebesar Rp 2.317.601, naik 0,7 persen dibandingkan tahun 2025. Sementara itu, upah minimum sektoral provinsi ditetapkan sebesar Rp 2.339.995 atau meningkat 0,9 persen dari tahun sebelumnya.
