Pintasan.co, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa nilai transaksi dugaan tindak pidana korupsi mendominasi keseluruhan transaksi yang terindikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sepanjang tahun 2024.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan bahwa total nilai transaksi mencurigakan yang teridentifikasi mencapai Rp 1.459 triliun, dengan korupsi menjadi penyumbang terbesar, yakni sekitar Rp 984 triliun.

“Negara harus menjadikan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai fokus utama,” tegas Ivan dalam keterangan resminya pada 17 April 2025, dikutip dari laman PPATK.

Berapa Banyak Rumah Subsidi yang Bisa Dibangun?

Untuk memberikan gambaran besarnya angka Rp 984 triliun tersebut, perbandingan dibuat menggunakan harga rumah subsidi yang ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.

Harga rumah subsidi bervariasi tergantung wilayah, mulai dari Rp 166 juta hingga Rp 240 juta per unit.

Dengan patokan harga Rp 166 juta, uang sebesar Rp 984 triliun dapat digunakan untuk membangun sekitar 5.927.170 unit rumah subsidi.

Sedangkan jika menggunakan harga Rp 240 juta per unit, jumlah rumah yang dapat dibangun mencapai sekitar 4.100.000 unit.

Harga Rp 166 juta berlaku di zona wilayah seperti Jawa (di luar Jabodetabek) dan sebagian Sumatera, sementara harga Rp 240 juta berlaku di beberapa wilayah di Papua.

Dengan kata lain, dana yang seharusnya bisa digunakan untuk menyediakan jutaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini justru terindikasi dalam transaksi korupsi.

Baca Juga :  Eks PM Pakistan Imran Khan Dijatuhi Hukuman 14 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi