Pintasan.co, Luwu Timur – Penempatan warga transmigran di Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) SP 1 SKP C Koromalai, Desa Mahalona, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dimulai sejak tahun 2018 dan berlanjut hingga penempatan sementara terakhir pada tahun 2024.

Hingga kini, total 225 Kepala Keluarga (KK) telah ditempatkan di wilayah tersebut, yang terdiri atas dua kelompok utama: Transmigran Penduduk Asal (TPA) dan Transmigran Penduduk Setempat (TPS).

Program transmigrasi ini membawa dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan warga.

Namun, di balik pencapaian tersebut, masih terdapat berbagai persoalan terkait legalitas dan kejelasan lahan yang belum terselesaikan secara menyeluruh.

Salah satu persoalan utama adalah sengketa atas Lahan Usaha 1 (LU 1) yang dialami sejumlah transmigran.

Sejak tahun 2022, beberapa bidang LU 1 diklaim oleh oknum yang mengaku sebagai pemilik sah lahan tersebut, menimbulkan tumpang tindih klaim dengan warga sekitar.

Selain itu, permasalahan juga muncul pada bentuk dan luas lahan. Tidak semua LU 1 berwujud persegi sebagaimana mestinya.

Sebagian berbentuk segitiga, limas, bahkan menyerupai perahu, dan ada pula yang luasnya kurang dari 0,9 hektar akibat terpotong aliran sungai atau pembangunan jalan.

Ketimpangan lainnya adalah dalam distribusi Lahan Usaha 2 (LU 2).

Dari 225 KK yang telah ditempatkan, hanya sekitar 65 KK yang telah menerima LU 2. Sisanya, sekitar 160 KK masih menunggu hak mereka.

Bahkan, transmigran yang datang sejak angkatan pertama tahun 2018, hingga kini belum memperoleh kepastian hukum atas Sertifikat Hak Milik (SHM).

Padahal, menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian, setiap transmigran berhak atas 2 hektar tanah, yang terdiri dari 0,1 hektar lahan pekarangan, 0,9 hektar LU 1, dan 1 hektar LU 2, semuanya dengan status Hak Milik.

Baca Juga :  Gerakan Sulsel ZIS Resmi Diluncurkan, Gubernur Harap Dapat Bantu Atasi Masalah Sosial

Oleh karena itu, belum terpenuhinya hak ini merupakan tanggung jawab negara yang wajib dituntaskan.

Permasalahan transmigrasi tidak bisa hanya diselesaikan di tingkat hilir, melainkan perlu ditelusuri hingga ke akar permasalahan di hulu.

Terlebih, di bawah kepemimpinan nasional saat ini, Kementerian Transmigrasi telah kembali berdiri sebagai kementerian tersendiri, membuka peluang penanganan yang lebih fokus dan terarah.

Salah satu program prioritas yang kini dijalankan oleh Kementerian Transmigrasi adalah Program Transmigrasi Tuntas.

Program ini dirancang untuk menyelesaikan persoalan legalitas lahan, memastikan hak atas tanah para transmigran dilindungi secara hukum, serta menjamin tidak adanya konflik agraria di kawasan transmigrasi.

Masyarakat transmigran berharap agar instansi terkait benar-benar melakukan pemetaan menyeluruh atas permasalahan yang ada.

Penyelesaian yang efektif membutuhkan koordinasi lintas sektor dan kerja sama yang solid antara semua pihak, guna mewujudkan kejelasan hak dan masa depan yang lebih baik bagi para transmigran di UPT SP 1 SKP C Koromalai, Desa Mahalona, Kabupaten Luwu Timur.