Pintasan.co, Jakarta – Pada Kamis, 13 Maret 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyatakan niatnya untuk memperbaiki hubungan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Ia menegaskan bahwa selama masa kepresidenannya, hubungan kedua negara berjalan dengan baik dan menyebut Kim sebagai “pemimpin dengan banyak senjata nuklir.”
Pernyataan ini disampaikan Trump dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih bersama Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte.
Ketika ditanya apakah ia berniat untuk membangun kembali komunikasi dengan Kim, Trump menjawab dengan tegas, “Ya, saya ingin melakukannya.”
“SSaya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Kim Jong-un dari Korea Utara. Jika saya tidak terpilih, dan Hillary (Clinton) yang menang, mungkin kita sudah terlibat perang nuklir dengan Korea Utara,” kata Trump, menekankan bahwa pendekatannya telah membantu meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.
Keinginan Trump untuk melanjutkan komunikasi langsung dengan Kim Jong-un memunculkan spekulasi tentang kemungkinan ia akan menghidupkan kembali diplomasi pribadi yang telah dijalankannya sebelumnya.
Selama masa jabatannya, Trump bertemu dengan Kim sebanyak tiga kali: di Singapura pada Juni 2018, di Hanoi pada Februari 2019, dan di zona demiliterisasi Panmunjom pada Juni 2019.
Setelah pelantikan kembali pada Januari lalu, Trump menyatakan niatnya untuk berkomunikasi lagi dengan Kim dan bahkan memuji pemimpin Korea Utara tersebut sebagai “orang yang cerdas.”
Namun, ada kekhawatiran bahwa Korea Utara kini lebih tertarik mempererat hubungan dengan Rusia untuk kebutuhan pangan, energi, dan dukungan militer, daripada membuka kembali dialog dengan AS.
Meski demikian, Trump mengklaim bahwa ia masih menjaga hubungan baik dengan Kim. “Saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Kim Jong-un, dan kita akan lihat apa yang akan terjadi,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Trump juga menyebut Korea Utara sebagai “kekuatan nuklir,” sebuah istilah yang selama ini dihindari oleh pejabat AS karena dapat dianggap sebagai pengakuan atas kepemilikan senjata nuklir Pyongyang.
“Kim Jong-un memiliki banyak senjata nuklir, banyak sekali,” kata Trump.
Ia juga membandingkan Korea Utara dengan negara-negara lain yang memiliki persenjataan nuklir, seperti India dan Pakistan.
Selain itu, Trump mengklaim bahwa pendekatannya telah berperan dalam kesuksesan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang di Korea Selatan pada Februari 2018.
“Mereka (Korea Utara) meminta pertemuan, dan pertemuan itu membuat Olimpiade di Korea Selatan menjadi sangat sukses,” ujarnya.
Trump menambahkan bahwa sebelum pertemuan itu, orang-orang enggan membeli tiket karena khawatir akan ancaman nuklir, tetapi setelah pertemuan dengan Kim, Olimpiade menjadi sukses besar dan Korea Utara juga berpartisipasi.
Namun, klaim ini menuai keraguan, karena pertemuan pertama Trump dengan Kim terjadi beberapa bulan setelah Olimpiade berakhir.
Pernyataan Trump tersebut menimbulkan pertanyaan tentang apakah ia berencana untuk mengembalikan pendekatan diplomasi pribadi jika mencalonkan diri kembali dalam pemilihan presiden mendatang.
Sementara itu, hubungan AS-Korea Utara masih dipenuhi ketegangan, dengan Korea Utara terus mengembangkan program nuklir dan rudalnya, sementara AS dan sekutunya tetap berkomitmen pada keamanan regional dan denuklirisasi penuh.
Meski Trump menyatakan keinginannya untuk membangun kembali komunikasi dengan Kim Jong-un, belum ada respons resmi dari pemerintah Korea Utara mengenai pernyataan tersebut.