Pintasan.co, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Ukraina untuk membayar kompensasi sebesar USD500 miliar (sekitar Rp8.181 triliun) sebagai imbalan atas dukungan yang diberikan Washington selama perang melawan Rusia.

Permintaan ini dilaporkan oleh The Telegraph pada 17 Februari, semakin menambah tekanan bagi Ukraina yang kini berada di tahun ketiga konflik sejak invasi Rusia pada Februari 2022.

Tuntutan tersebut muncul bersamaan dengan upaya negosiasi damai antara AS dan Rusia yang dimulai pada 18 Februari di Riyadh, Arab Saudi.

Negosiasi ini dimulai hanya beberapa hari setelah percakapan telepon antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 12 Februari, di mana keduanya sepakat untuk segera memulai pembicaraan guna mengakhiri perang.

Namun, Ukraina tidak dilibatkan dalam pembicaraan awal ini, yang semakin memperkecil peluang pemenuhan tuntutan Kyiv, seperti keanggotaan NATO dan pemulihan wilayah yang diduduki Rusia.

Moskow tetap menolak Ukraina bergabung dengan NATO dan tidak bersedia mengembalikan wilayah Donbass serta Semenanjung Krimea yang telah dianeksasi sejak 2014.

Menurut laporan Donga pada 19 Februari 2025, permintaan Trump terhadap Ukraina jauh melebihi kompensasi yang pernah ditetapkan dalam Perjanjian Versailles terhadap Jerman setelah Perang Dunia I.

Dengan membandingkan angka tersebut dengan produk domestik bruto (PDB) Ukraina pada 2023 yang hanya mencapai USD178,8 miliar, tuntutan Trump setara dengan hampir 2,8 kali PDB negara tersebut.

Sebagai perbandingan, reparasi Versailles kala itu hanya sekitar 1,3 kali lipat PDB Jerman.

Di sisi lain, permintaan Trump menambah ketidakpastian di Eropa. The Washington Post melaporkan bahwa beberapa negara besar Eropa khawatir mereka akan dikesampingkan dari pembicaraan damai, sebagaimana yang terjadi dengan Ukraina.

Baca Juga :  Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Cina Hadirkan Kontrak Rp 156 Triliun

Pembentukan pasukan multinasional

Sebagai respons, beberapa negara mempertimbangkan pembentukan pasukan multinasional dan pengiriman hingga 30.000 tentara ke Ukraina.

Prancis dan Inggris mendorong opsi keterlibatan militer lebih jauh, sementara Jerman, yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi, tampak enggan untuk bertindak.

Pada pertemuan puncak di Paris pada 17 Februari, para pemimpin Eropa menyatakan kesiapan mereka memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina, meski dukungan tersebut masih bergantung pada keputusan AS.

Sementara itu, pemerintah Ukraina belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan finansial Trump, namun para pengamat memperkirakan bahwa permintaan tersebut akan semakin mempersulit Kyiv dalam upayanya mencari dukungan internasional untuk mempertahankan kedaulatan dan keamanannya.