Pintasan.co, Jakarta – Pada Pemilu 2024, Prabowo Subianto kembali mencalonkan diri sebagai presiden dengan mengusung visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.”

Visi ini tampaknya menyoroti urgensi persatuan dan kerja sama dalam membangun bangsa, dengan harapan menjadikan Indonesia sejajar dengan negara maju pada tahun 2045 atau lebih cepat.

Untuk mewujudkan gagasan tersebut, Prabowo merancang delapan misi utama yang disebut “Polres Blitar Siap Sukseskan Program Asta Cita” yang mencakup berbagai aspek pembangunan.

Beberapa poin utama dalam misinya antara lain: memperkuat ideologi Pancasila dan sistem demokrasi, meningkatkan ketahanan nasional melalui kemandirian dalam sektor pangan, energi, dan ekonomi, serta membuka lebih banyak lapangan kerja dengan mendorong kewirausahaan dan industri kreatif.

Selain itu, misi ini juga menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia, peningkatan infrastruktur, serta pemberantasan korupsi dan narkoba.

Ada pula komitmen untuk membangun ekonomi dari tingkat desa, melakukan reformasi birokrasi dan hukum, serta memperkuat keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.

Dalam debat perdana pada 12 Desember 2023, Prabowo menggarisbawahi tekadnya dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi hingga ke akarnya, sembari menjaga persatuan di tengah keberagaman bangsa.

Komitmen ini tampaknya menjadi salah satu poin utama yang ingin ia tonjolkan dalam kampanyenya.

Namun, dalam praktiknya, upaya mempertahankan lapangan kerja dan sektor industri menghadapi tantangan besar.

Kasus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi sekitar 50.000 karyawan, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas kebijakan ketenagakerjaan yang diusung.

Padahal, salah satu misi Prabowo adalah memastikan penciptaan dan peningkatan lapangan kerja berkualitas serta penguatan industri.

Sebagai respons terhadap situasi ini, Prabowo telah menginstruksikan sejumlah kementerian untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan guna menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah PHK massal.

Baca Juga :  Ilham Habibie: Mewujudkan Indonesia Emas, Langkah Awal dari Jawa Barat

Keempat kementerian tersebut—Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Keuangan—diberikan mandat untuk merumuskan skema yang dapat mempertahankan keberlangsungan operasional Sritex.

Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya mengurangi dampak negatif dari krisis yang dialami industri tekstil.

Namun, meskipun intervensi telah dilakukan, Sritex tetap menutup pabriknya pada 1 Maret 2025, yang berujung pada PHK massal.

Kejadian ini menunjukkan bahwa meskipun pemerintah memiliki niat baik dalam menjaga stabilitas industri dan tenaga kerja, ada faktor eksternal yang sulit dikendalikan, seperti kondisi finansial perusahaan dan perubahan dinamika pasar global.

Kebijakan Prabowo dalam menangani kasus Sritex dapat dilihat sebagai bagian dari visinya dalam membangun Indonesia yang maju, terutama dalam menjaga ketahanan industri dan menciptakan lapangan kerja.

Namun, kejadian ini juga menyoroti tantangan besar yang masih dihadapi dalam memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar efektif dalam menjawab permasalahan nyata di dunia industri.

Jika ke depannya pendekatan yang diambil tidak mampu mengatasi persoalan fundamental di sektor ketenagakerjaan dan industri, maka janji politik yang disampaikan saat kampanye bisa dipertanyakan efektivitasnya dalam praktik pemerintahan.

Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)