Pintasan.co, Jakarta – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan sejak era reformasi.

Pada awalnya, kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Namun, sejak tahun 2005, sistem tersebut diubah menjadi pemilihan langsung oleh rakyat.

Isu perubahan sistem Pilkada

Belakangan ini, muncul wacana untuk mengevaluasi kembali sistem Pilkada langsung. Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD dengan mempertimbangkan efisiensi anggaran, serta upaya untuk mengurangi potensi konflik dan praktik politik uang.

Isu penghapusan Pilkada langsung, yang selama ini melibatkan partisipasi langsung masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, dan menggantinya dengan mekanisme penunjukan oleh DPRD, kini menjadi perhatian publik.

Merespons isu ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan bahwa evaluasi terhadap Pilkada langsung tidak otomatis berarti pengembalian sistem pemilihan kepada DPRD.

Menurutnya, diperlukan kajian akademik yang komprehensif untuk memahami kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem guna memastikan solusi terbaik bagi demokrasi di Indonesia.

Sebagian pihak menilai wacana tersebut belum dapat diterapkan tanpa evaluasi mendalam. Andreas Pandiangan, seorang pakar politik dari Universitas Katolik Soegijapranata, berpendapat bahwa perubahan sistem Pilkada harus disertai perbaikan pada sistem pemilu dan kepartaian secara keseluruhan.

Ia juga menyoroti besarnya biaya penyelenggaraan Pilkada dan tetap tingginya potensi politik uang, meskipun upaya efisiensi melalui pemilu serentak telah dilakukan.

Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menganggap wacana ini sebagai bagian dari dinamika diskusi untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilkada serentak.

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menyatakan bahwa diskursus semacam ini sudah sering muncul sebelumnya dan merupakan hal yang wajar dalam upaya memperbaiki sistem demokrasi.

Baca Juga :  Kasus Penggelembungan Suara: Ketua KPU Bone Terbukti Bersalah, Ketua Bawaslu Bone Bebas

KPU menegaskan akan mendukung langkah evaluasi yang diambil oleh Pemerintah dan DPR, meskipun wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD bukanlah hal baru.

Partai Golkar, melalui Sekretaris Jenderalnya, Muhammad Sarmuji, menyatakan dukungan terhadap evaluasi menyeluruh sistem Pilkada.

Mereka membuka opsi agar kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD, dengan pertimbangan bahwa sistem tersebut dapat lebih efisien dan tetap demokratis.

Kritik terhadap kebijakan evaluasi Pilkada

Kritik terhadap kebijakan evaluasi Pilkada yang mengusulkan pengembalian sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD mencakup beberapa poin utama.

Pertama, kekhawatiran bahwa langkah ini dapat mengurangi partisipasi publik dalam proses demokrasi, karena Pilkada langsung memberi masyarakat hak memilih pemimpin mereka secara langsung.

Selain itu, sistem pemilihan oleh DPRD dinilai lebih rawan terhadap praktik politik uang dan dapat melemahkan akuntabilitas kepala daerah, yang lebih cenderung bertanggung jawab kepada DPRD daripada rakyat.

Langkah ini juga dianggap sebagai potensi kemunduran demokrasi yang telah berkembang selama beberapa dekade terakhir.

Sebagai solusi, evaluasi sistem Pilkada disarankan untuk didasarkan pada kajian akademik yang komprehensif dan berbasis data empiris.

Penguatan mekanisme Pilkada langsung, seperti subsidi kampanye dan pengawasan ketat terhadap politik uang, dapat menjadi alternatif daripada mengubah sistem.

Kombinasi sistem, seperti uji kelayakan oleh DPRD dengan tetap melibatkan hak suara masyarakat, juga layak dipertimbangkan.

Proses evaluasi ini harus dilakukan secara transparan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, serta disertai pengawasan ketat terhadap kepala daerah guna meminimalkan risiko korupsi.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang mendukung demokrasi, efisiensi, dan akuntabilitas pemerintahan.

Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)