Pintasan.co, Yogyakarta – Pulo Kenanga adalah struktur tertinggi di area Taman Sari. Dalam bahasa Jawa, kata “pulo” berarti pulau, karena pada masa lalu, seluruh bangunan yang sekarang menjadi pemukiman penduduk adalah danau buatan yang sangat luas, sehingga bangunan ini terlihat seperti terapung di tengah pulau.
Istana ini dulunya berfungsi sebagai benteng pertahanan, tempat rekreasi, dan pesanggrahan. Di dalamnya, terlihat atap yang terbuka akibat keruntuhan akibat bencana alam.
Kini, hanya tersisa dua lantai dari istana ini, sementara sebagian besar bangunan telah hancur, sehingga pengunjung dilarang memasuki lantai dua. Istana Pulo Kenanga yang kokoh ini dibangun dari bata dan batu gamping yang dikirim langsung dari Kota Madiun dan Portugis.
Banyak penduduk setempat yang dikerahkan sebagai tenaga kerja untuk membangun Pulo Kenanga di atas danau ini. Istana ini terbagi menjadi dua bagian, barat dan timur, masing-masing dulunya memiliki fungsi sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarganya.
Di dalam istana, dulunya terdapat meja makan besar yang digunakan oleh keluarga raja. Ada juga puing-puing sisa kamar mandi, lengkap dengan sumur, pemandian, dan dapur yang sebelumnya digunakan untuk memasak.
Setiap situs di Taman Sari memiliki tanda berupa patung buto atau raksasa yang dikenal sebagai Kalamakara. Pada zaman dahulu, simbol ini diyakini sebagai pelindung untuk menolak bala dan bencana, karena masyarakat saat itu masih menganut kepercayaan animisme.
Di bawah situs Pulo Kenanga terdapat bangunan yang dulunya berfungsi sebagai dermaga atau pelabuhan. Tempat ini, yang dikelilingi oleh danau yang luas, memang memerlukan dermaga untuk mempermudah aktivitas masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu danau yang dulunya luas ini mulai tertimbun lahar akibat letusan Gunung Merapi, yang mengubahnya menjadi area pemukiman.
Di dalam lorong tersebut terdapat sebuah ruangan yang pernah digunakan sebagai tempat meditasi dan bersemedi oleh sultan untuk memohon kejayaan, kemenangan, dan keamanan bagi kerajaannya.
Pada masa lalu, dermaga ini juga digunakan oleh keluarga atau kerabat sultan untuk berpindah tempat dengan menggunakan sampan.