Pintasan.co, JakartaMahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk mengubah desain surat suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang melibatkan calon tunggal.

Perubahan ini mencakup penambahan dua kolom kosong di bagian bawah surat suara, yang memungkinkan pemilih untuk memilih antara ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ terhadap pasangan calon tunggal. Ketentuan baru ini akan mulai diterapkan pada Pilkada 2029.

Keputusan ini diambil setelah MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya dalam perkara nomor 126/PUU-XXII/2024.

“Dalam pokok permohonan, kami mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan pada Kamis (14/11).

MK menilai bahwa ketentuan dalam Pasal 54C ayat (2) dan Pasal 54D ayat (3) UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015, yang mengatur pemilihan kepala daerah, bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh karena itu, MK memerintahkan agar putusan ini dipublikasikan dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai prosedur yang berlaku, namun menolak permohonan lainnya.

Hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih, menjelaskan bahwa undang-undang yang mengatur pemilihan kepala daerah harus memastikan bahwa kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan rakyat.

MK kemudian mempertimbangkan model plebisit sebagai cara bagi pemilih untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan pasangan calon yang ada, alih-alih hanya menyediakan kolom kosong.

Desain surat suara untuk calon tunggal

MK mengacu pada pertimbangan dalam Putusan MK Nomor 100 Tahun 2015, yang mendasari penggunaan desain surat suara yang memungkinkan pemilih untuk memilih ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ terhadap pasangan calon tunggal.

Desain ini sebelumnya sudah diatur dalam PKPU 14/2015, yang digunakan dalam Pilkada Serentak 2015, dengan surat suara yang mencantumkan foto pasangan calon, nama pasangan, dan dua kolom kosong untuk pilihan tersebut.

Baca Juga :  Cak Imin Ungkapkan Keinginan Presiden Prabowo untuk Evaluasi Pilkada Serentak

Namun, seiring waktu, pembuat undang-undang mengubah desain surat suara untuk pilkada dengan calon tunggal.

Surat suara yang baru hanya mencantumkan foto pasangan calon dan satu kolom kosong tanpa pilihan untuk menyatakan ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’, yang menurut MK tidak sesuai dengan prinsip plebisit yang diatur dalam putusan sebelumnya.

MK juga menegaskan bahwa kolom kosong dalam surat suara bukanlah bagian dari pasangan calon, melainkan sebagai tempat bagi pemilih untuk menyatakan ketidaksetujuannya.

Sementara itu, pemilih yang setuju dengan pasangan calon tunggal dapat mencoblos kolom yang memuat foto pasangan calon.

Dengan perubahan ini, pemilih yang ingin menyatakan ketidaksetujuannya dengan calon tunggal dapat melakukannya dengan mencoblos kolom kosong.

Ini memberikan model plebisit yang diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan transparansi dalam proses pemilihan kepala daerah.