Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, yang saat ini sebesar 11 persen, tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di kawasan regional maupun kelompok G20.

Hal ini disampaikannya menyusul pengumuman resmi pemerintah mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

“Kalau kita lihat negara-negara dengan kondisi ekonomi serupa atau di kawasan regional dan G20, tarif PPN kita masih relatif rendah,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (18/12/2024).

Sri Mulyani menjelaskan bahwa beberapa negara dengan ekonomi setara memiliki tarif PPN serta rasio pajak (tax ratio) yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia.

Sebagai contoh, Brasil menetapkan tarif PPN sebesar 17 persen dengan tax ratio 24,67 persen. Afrika Selatan memberlakukan PPN 15 persen dengan tax ratio 21,4 persen, sementara India mengenakan tarif PPN 18 persen dengan tax ratio 17,3 persen.

“Turki memiliki tarif PPN sebesar 20 persen dengan tax ratio 16 persen. Filipina menetapkan PPN 12 persen dengan tax ratio 15,6 persen, sedangkan Meksiko menetapkan PPN 16 persen dengan tax ratio 14,46 persen,” paparnya.

Meski demikian, tarif PPN Indonesia masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN.

Malaysia memberlakukan PPN sebesar 10 persen, Vietnam memperpanjang insentif PPN menjadi 8 persen, Singapura menetapkan PPN 9 persen, dan Thailand sebesar 7 persen.

Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen dilakukan dengan memperhatikan daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

Ia menyebutkan bahwa pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak tanpa memberikan beban berlebih pada konsumsi masyarakat.

“Kami juga melihat data konsumsi rumah tangga tetap stabil, inflasi menurun, bahkan berada di level rendah, yakni 1,5 persen,” jelas Sri Mulyani.

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini akan diterapkan secara hati-hati, dengan tetap menjaga stabilitas konsumsi rumah tangga, inflasi, dan daya beli masyarakat.

Baca Juga :  Sri Mulyani Lapor Defisit APBN 2024 Capai Rp 401,8 Triliun pada Desember

Meningkatkan rasio pajak (tax ratio) menjadi fokus pemerintah untuk memperkuat basis penerimaan negara.

Menurut Sri Mulyani, penerapan PPN 12 persen merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).

Senada dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Sesuai amanah undang-undang tersebut, tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025,” kata Airlangga.

Meski demikian, pemerintah tetap memberikan fasilitas pembebasan PPN bagi barang dan jasa strategis. Beberapa barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting) tetap akan dikecualikan dari pengenaan PPN.

“Kami memastikan barang-barang yang bersifat strategis dan penting tetap mendapat perlakuan khusus untuk mendukung daya beli masyarakat,” tutupnya.