Pintasan.co, Jakarta –  Masalah gizi buruk telah lama menjadi tantangan serius bagi Indonesia, terutama di kalangan anak-anak.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, prevalensi stunting dan kekurangan gizi masih menjadi ancaman bagi masa depan generasi bangsa.

Pada tahun 2025, hadir Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif nasional yang tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah gizi, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada sektor-sektor lainnya.

Program ini diharapkan dapat memenuhi ekspektasi yang tinggi, namun kesuksesannya memerlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, petani lokal, dan masyarakat penerima manfaat.

Program MBG diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto dengan tujuan meningkatkan gizi masyarakat, khususnya anak-anak dan kelompok rentan, serta memberikan dampak positif pada sektor pertanian.

Dalam pelaksanaannya, program ini memanfaatkan hasil panen petani lokal sebagai bahan baku utama, memberikan pasar yang stabil bagi mereka, dan melibatkan koperasi serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam pengadaan bahan makanan, menciptakan ekosistem ekonomi lokal yang inklusif.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan secara nasional diyakini dapat membawa berbagai dampak positif maupun negatif.

Dampak positif program makan bergizi gratis

Di sisi positif, program ini membantu memastikan anak-anak menerima gizi yang cukup, yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan fisik dan mental mereka.

Dengan asupan makanan bergizi, anak-anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan performa akademik, serta mengurangi risiko kekurangan gizi dan penyakit terkait makanan.

Program ini juga berfungsi sebagai jaring pengaman bagi keluarga kurang mampu, memberikan insentif bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka, dan menciptakan lapangan kerja serta memperkuat pasar lokal, terutama melalui pemanfaatan bahan makanan yang diproduksi oleh petani lokal.

Baca Juga :  Dapur Gizi Didirikan di Dusun Ngrombo Gunungkidul untuk Atasi Stunting

Namun, di sisi negatif, program ini berisiko menambah ketergantungan jangka panjang bagi penerima bantuan, yang mungkin tidak lagi mencari solusi ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Selain itu, alokasi anggaran yang besar untuk program ini dapat membebani keuangan negara dan mempengaruhi dana untuk program lain, sementara kualitas makanan yang disediakan kadang tidak memenuhi standar gizi yang optimal.

Dampak psikologis juga menjadi perhatian, karena penerima bantuan dapat merasa terstigma atau kehilangan rasa harga diri.

Secara keseluruhan, efektivitas program ini sangat bergantung pada perancangan dan pelaksanaannya, serta kemampuan untuk meminimalkan dampak negatifnya sambil memaksimalkan manfaat yang diberikan kepada masyarakat.

Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)