Pintasan.co, Jakarta – Dalam konteks demokrasi, keberadaan oposisi merupakan elemen krusial sebagai penyeimbang kekuasaan pemerintah.
Oposisi berperan memberikan kritik, saran, dan alternatif kebijakan, memicu diskusi dan mendorong kemajuan negara.
Pemilu 2025 di Indonesia menghasilkan koalisi pemerintah yang besar di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran terkait ketiadaan oposisi formal di parlemen, sebuah kondisi yang belum pernah terjadi sejak pemilihan presiden langsung pada 2004.
Langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk tidak bergabung dalam koalisi pemerintah, meskipun sebelumnya merupakan bagian dari pemerintahan, semakin memperkuat kekhawatiran ini.
Tantangan Oposisi di Parlemen
Perubahan undang-undang yang menghapus ambang batas pencalonan presiden memang memudahkan partai-partai kecil untuk berpartisipasi.
Namun, dominasi koalisi pemerintah justru mengurangi ruang bagi oposisi formal di parlemen.
Akibatnya, peran oposisi kini lebih banyak diemban oleh kelompok masyarakat sipil dan mahasiswa, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), yang aktif mengkritik kebijakan pemerintah.
Potensi Tantangan Demokrasi
Minimnya oposisi di parlemen berpotensi menimbulkan tantangan terhadap keberlangsungan demokrasi.
Pengawasan terhadap kekuasaan dapat berkurang, membuka peluang penyalahgunaan atau korupsi. Konsep oposisi dalam pemerintahan memiliki peran penting bagi kekuasaan legislatif maupun eksekutif.
Upaya Presiden Prabowo membangun koalisi besar berpotensi melemahkan kekuatan oposisi, padahal oposisi yang kuat diperlukan untuk memastikan prinsip checks and balances berjalan dengan baik.
Jika oposisi melemah, Indonesia bisa saja kembali menghadapi situasi suram seperti era Orde Baru.
Selain itu, kurangnya alternatif kebijakan dapat menghambat inovasi pemerintahan dan mengurangi partisipasi publik karena masyarakat merasa tidak memiliki saluran yang tepat untuk menyuarakan aspirasi.
Meskipun bergabung dalam koalisi pemerintah memberikan keuntungan, partai politik seharusnya tidak hanya fokus pada perebutan kekuasaan.
Mereka memiliki tanggung jawab sebagai wakil rakyat untuk mengutamakan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, penting bagi sebagian partai politik untuk tetap mengambil posisi oposisi demi terciptanya keseimbangan pemerintahan yang saling mengawasi, mengontrol, dan melengkapi.
Meski demikian, kelompok lain masih dapat berperan sebagai oposisi, seperti partai politik yang memilih independen, ormas dan organisasi mahasiswa yang kritis, media massa independen, serta individu dengan pemikiran kritis.
Penting untuk menjaga ruang bagi oposisi dalam sistem demokrasi. Keberadaan oposisi yang kuat adalah pilar penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan pembangunan negara berjalan konstruktif.
Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)