Pintasan.co, JakartaMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi mencabut Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggung jawaban Presiden Abdurrahman Wahid pada Rabu, 25 September 2024. Keputusan ini sekaligus memulihkan nama baik Gus Dur, sapaan akrab Abdurrahman Wahid, yang sebelumnya dinilai kurang adil dalam pertanggungjawabannya sebagai presiden.

Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengumumkan keputusan tersebut dalam sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024 yang berlangsung di Gedung Nusantara MPR, pada hari yang sama.

 “Pimpinan MPR menegaskan TAP II/MPR 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi,” kata Bambang.

TAP MPR Nomor II/MPR/2001, yang dicabut oleh MPR pada 25 September 2024, sebenarnya berisi tentang pemberhentian Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden Republik Indonesia.

Ketetapan tersebut menyatakan bahwa Gus Dur telah melanggar haluan negara. Namun, dengan keputusan MPR terbaru, TAP MPR Nomor II/MPR/2001 dinyatakan tidak berlaku lagi, yang sekaligus memulihkan nama baik Gus Dur.

Pemulihan ini awalnya diusulkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang meminta agar nama Presiden keempat RI tersebut direhabilitasi.

Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa pemulihan nama Gus Dur dapat memperkuat argumen untuk menjadikannya sebagai pahlawan nasional.

“Proses politik yang menggantikan Gus Dur tidak boleh menjadi beban pribadi, sehingga penggantian kekuasaan itu tidak terbebankan kepada pribadi Gus Dur,” kata Muhaimin saat ditemui di Gedung Nusantara MPR, Jakarta Rabu, 25 September 2024.

Wakil Ketua DPR ini berpendapat bahwa politik yang telah menjatuhkan kekuasaan Gus Dur. Tetapi Gus Dur tidak melakukan tindakan kriminal, tidak terlibat korupsi, dan tidak terlibat tindakan-tindakan yang inkonstitusional.

Baca Juga :  Usai Pidato, Prabowo Beri Panggung bagi Para Menteri untuk Menghibur Ribuan Anggota GSN

“Itu (harus) direhabilitasi,” ujar Muhaimin.

Abdul Muhaimin Iskandar menekankan pentingnya jasa Gus Dur dalam mempertahankan pluralisme serta menciptakan hubungan harmonis antara agama dan negara.

Pertimbangan tersebut menjadi alasan kuat bagi PKB untuk merekomendasikan pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001.

Muhaimin juga menjelaskan bahwa permintaan pemulihan nama Gus Dur tidak secara langsung berkaitan dengan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepadanya.

Namun, pemulihan nama ini diharapkan dapat memperkuat argumen untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur di masa mendatang.

“Sebetulnya tidak ada kaitannya, tetapi secara khusus akan memberikan kekuatan argumen bahwa Gus Dur-lah yang menjadi pahlawan nasional,” katanya.