Pintasan.co, Jakarta – Setelah melancarkan serangan terhadap Palestina yang menewaskan 41.495 orang, Israel kini memperluas aksinya dengan menyerang Lebanon.
Serangan ini dimulai pada 16 September 2024 dan telah menyebabkan 1.030 korban jiwa, sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan Lebanon.
Pertanyaan yang muncul adalah, apa yang menjadi alasan di balik serangan Israel terhadap Lebanon? Pada 16 September 2024, Israel melancarkan serangan pertama ke daerah tak berpenghuni dekat Byblos, sebelah utara Beirut, dengan lebih dari 1.300 serangan yang diklaim menargetkan Hizbullah, sebuah partai politik dan kelompok paramiliter Lebanon yang didukung Iran.
Israel juga menyatakan bahwa tujuan dari serangan ini adalah untuk memulangkan lebih dari 60 ribu warganya yang mengungsi ke wilayah Israel Utara yang berbatasan dengan Lebanon.
Panglima Militer Israel, Herzi Halevi, menyampaikan bahwa pasukannya sedang mempersiapkan kemungkinan pengerahan pasukan darat ke Lebanon, yang diumumkan sesaat sebelum berita mengenai kematian pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, tersebar.
Sejak pekan sebelumnya, Israel telah membombardir wilayah Kola di Beirut, ibu kota Lebanon, yang mengakibatkan tewasnya Nasrallah.
Pada 1 Oktober 2024, Israel secara resmi melancarkan serangan darat terbatas ke Lebanon, dengan target yang dinyatakan tetap Hizbullah.
Pejabat Amerika Serikat memperkirakan bahwa kemungkinan invasi darat berskala besar oleh Israel semakin meningkat setelah memantau pergerakan militer Israel ke perbatasan utara.
Meski demikian, mereka menegaskan bahwa hingga saat ini, Israel belum membuat keputusan resmi untuk melancarkan invasi darat penuh.
Sementara itu, dampak konflik terus meningkat. Lebih dari 1.000 warga Lebanon dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel yang diklaim menargetkan Hizbullah.
Jumlah pengungsi terus bertambah, tidak hanya dari warga Lebanon tetapi juga dari pengungsi Suriah yang berada di Lebanon, yang terpaksa mencari perlindungan baru.
Di tengah eskalasi konflik ini, Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Lebanon memilih untuk tetap tinggal.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, menyatakan bahwa sejak Kedutaan Besar RI di Beirut menetapkan status Siaga 1, pemerintah telah memfasilitasi evakuasi 25 orang keluar dari Lebanon.
Judha juga mencatat bahwa saat ini terdapat sekitar 150 WNI yang masih tinggal di negara tersebut.