Pintasan.co, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyatakan bahwa sebagian data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diduga bocor tidak sesuai dengan data sebenarnya.
Pernyataan ini didasarkan pada analisis awal dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait dugaan kebocoran NIK dan NPWP masyarakat yang belakangan ini menjadi sorotan.
“Nomor HP, NIK, dan NPWP. Analisa sementara BSSN sebagian data yang dinyatakan ketidakcocokan dengan data asli,” kata Hadi dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9).
Hadi memastikan kebocoran data NPWP warga bukan berasal dari Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya yang beberapa waktu lalu mengalami serangan siber.
Ia mengatakan pihaknya sudah menggandeng BSSN untuk melakukan validasi data-data yang dibocorkan.
“Ini diduga data-data tersebut diperoleh dari beberapa kota/kabupaten, sehingga ada sebagian tak sesuai dengan pemiliknya. Baik NIK dan NPWP,” kata dia.
Hadi mengatakan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menindaklanjuti terkait dugaan kebocoran data ini. Kemenkeu sudah melibatkan BSSN dalam menyelidiki hal tersebut.
“Minggu ini kita gelar rapat tingkat menteri yang dihadiri Dirjen Pajak dan BSSN untuk cari solusi dan motivasinya terkait kebocoran ini,” ucapnya.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa sekitar 6 juta data NPWP diduga mengalami kebocoran dan diperjualbelikan di Breach Forums. Di antara data yang bocor tersebut, termasuk milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gibran Rakabuming Raka.
Dugaan kebocoran data ini diungkapkan oleh pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto, melalui unggahannya di platform X (Twitter) pada Rabu (18/9).
“Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar 150 juta rupiah. Data yg bocor diantaranya NIK, NPWP, alamat, no hp, email dll,” ujar Teguh.