Pintasan.co – Dalam Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan yang suci dan memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang adil dan seimbang. Salah satu topik yang kerap dibahas adalah monogami dan poligami. Keduanya adalah bentuk pernikahan yang diakui dalam Islam, meskipun setiap bentuk memiliki konteks dan ketentuan yang berbeda.
Monogami dalam Islam
Monogami, yaitu praktik memiliki satu pasangan, merupakan bentuk pernikahan yang paling umum di seluruh dunia, termasuk dalam masyarakat Muslim. Dalam Islam, meskipun poligami diperbolehkan, monogami dianggap sebagai norma dasar dalam kehidupan pernikahan.
Al-Qur’an tidak secara eksplisit mewajibkan poligami. Sebaliknya, Islam menekankan pentingnya keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pernikahan. Surah An-Nisa ayat 3 mengizinkan poligami dengan syarat mutlak bahwa suami harus bisa berlaku adil terhadap semua istri. Namun, di ayat yang sama, Allah SWT juga menegaskan bahwa sulit bagi manusia untuk benar-benar berlaku adil, sehingga sebagian besar ulama menafsirkannya sebagai dorongan untuk monogami.
Nabi Muhammad SAW sendiri, meskipun memiliki lebih dari satu istri, pada awalnya menjalani pernikahan monogami selama 25 tahun dengan Sayyidah Khadijah RA, seorang wanita yang beliau sangat cintai dan hormati.
Poligami dalam Islam
Poligami diizinkan dalam Islam, tetapi dengan syarat-syarat yang ketat. Seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa ayat 3, seorang pria diperbolehkan menikahi hingga empat wanita, namun harus mampu berlaku adil di antara mereka. Keadilan yang dimaksud bukan hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam kasih sayang, perhatian, dan perlakuan sehari-hari.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, poligami memiliki fungsi sosial yang penting. Misalnya, banyak istri Nabi adalah janda atau wanita yang ditinggalkan oleh suami mereka akibat peperangan. Pernikahan dengan mereka dilakukan untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan wanita-wanita tersebut, sekaligus menjaga stabilitas sosial.
Keadilan sebagai Syarat Utama
Meski poligami diperbolehkan, hal yang paling ditekankan dalam Islam adalah keadilan. Allah SWT mengingatkan bahwa meskipun seorang suami berusaha adil, keadilan yang sempurna di antara istri-istrinya sangat sulit dicapai. Ini mengisyaratkan bahwa meski poligami diperbolehkan, monogami lebih disukai jika seseorang tidak yakin bisa berlaku adil.
Praktik poligami dalam konteks sejarah dan budaya tertentu juga harus dipahami secara mendalam. Dalam masyarakat di mana wanita seringkali bergantung pada laki-laki untuk perlindungan dan penghidupan, poligami berfungsi sebagai solusi sosial. Namun, dalam konteks modern, pandangan dan praktik poligami sering diperdebatkan, terutama terkait dengan hak-hak wanita.
Dalam khazanah Islam, baik monogami maupun poligami diatur dengan prinsip keadilan dan tanggung jawab. Islam tidak mendorong poligami sebagai kewajiban, tetapi memberikannya sebagai pilihan dengan batasan yang ketat untuk menjaga kehormatan dan keadilan.
Monogami lebih dianjurkan jika poligami tidak dapat dilakukan dengan adil, sementara poligami diperbolehkan dalam keadaan tertentu untuk menjaga kesejahteraan sosial. Pada akhirnya, Islam menempatkan pernikahan sebagai sarana mencapai kehidupan yang tenteram, adil, dan penuh kasih, baik dalam bentuk monogami maupun poligami, asalkan semua dilakukan sesuai dengan ajaran agama.