Pintasan.co, Jakarta – Pemerintah Indonesia optimis bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, tidak akan mengganggu daya saing negara.

Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan lebih menargetkan barang serta layanan premium yang dikonsumsi oleh kalangan berpenghasilan tinggi.

Di sisi lain, kebutuhan pokok dan layanan dasar tetap dibebaskan dari PPN untuk menjaga daya beli masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menanggapi kekhawatiran yang muncul terkait dampak kebijakan ini terhadap daya saing Indonesia, khususnya mengingat Vietnam juga baru saja mengumumkan perpanjangan penurunan PPN dari 10% menjadi 8% selama enam bulan ke depan.

Airlangga menegaskan bahwa perbedaan tarif PPN antar negara tidak akan mempengaruhi daya saing Indonesia.

“PPN itu untuk barang yang sudah ada, jadi tidak akan mempengaruhi daya saing Indonesia,” ujar Airlangga.

Optimisme pemerintah didukung dengan fakta bahwa Indonesia memberikan lebih banyak insentif PPN dibandingkan Vietnam.

Pemerintah Indonesia telah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang ditujukan untuk berbagai lapisan masyarakat.

Airlangga menjelaskan, untuk tahun 2025, proyeksi insentif PPN yang dibebaskan mencapai Rp 265,6 triliun.

Ini termasuk fasilitas bebas PPN atau tarif 0% untuk barang dan jasa yang esensial bagi kehidupan masyarakat, seperti kebutuhan pokok dan layanan dasar.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, menambahkan bahwa barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, daging, telur, dan sayur-sayuran, serta berbagai jasa sosial dan pelayanan kesehatan akan tetap dibebaskan dari PPN.

Selain itu, barang-barang seperti buku, vaksin, serta rumah sederhana juga tetap mendapat fasilitas pembebasan PPN.

Baca Juga :  Tim Satgas Pangan Jabar Pastikan Stabilitas Harga dan Ketersediaan Bahan Pokok Tetap Aman

Perbedaan pemberlakuan PPN di Indonesia dan Vietnam

Meskipun Vietnam memberikan insentif pengurangan PPN untuk bahan makanan pokok, pemerintah Indonesia justru memberikan lebih banyak fasilitas pembebasan PPN.

Vietnam mengurangi PPN untuk kebutuhan pokok menjadi 5%, namun pembebasan PPN di Indonesia jauh lebih besar dan lebih komprehensif.

Di sisi lain, batas registrasi PPN di Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam.

Pengusaha yang memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar setahun wajib mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Indonesia, sementara di Vietnam batasnya mencapai 200 juta VND atau sekitar Rp 126 juta.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menekankan pentingnya pajak sebagai instrumen pembangunan yang berkeadilan.

“Pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan, dan dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan serta gotong-royong,” ujarnya.

Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah akan terus menjaga daya beli masyarakat sambil tetap memastikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.