Pintasan.co, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Indra Iskandar, Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan barang untuk rumah dinas anggota DPR.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyampaikan bahwa Indra Iskandar ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA) dalam perkara pengadaan barang tersebut.

“Indra Iskandar sebagai PA terkait dengan kasus pengadaan barang rumah dinas DPR telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 7 Maret 2025.

Selain Indra, KPK juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Mereka adalah Hiphi Hidupati, Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR; Tanti Nugroho, Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika; Juanda Hasurungan Sidabutar, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada; Kibun Roni, Direktur Operasional PT Avantgarde Production; Andrias Catur Prasetya, Project Manager PT Integra Indocabinet; dan Edwin Budiman, seorang swasta.

Menurut Setyo, meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, mereka belum ditahan karena KPK masih menunggu perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sebelumnya, Indra Iskandar dan enam tersangka lainnya telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak Selasa, 5 Maret 2024.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, Indra Iskandar telah diperiksa oleh KPK pada Kamis, 14 Maret 2024 dan Rabu, 15 Mei 2024.

Selain itu, pada Selasa, 30 April 2024, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor Sekretariat Jenderal DPR, termasuk ruang kerja Indra Iskandar.

Penggeledahan juga dilakukan pada Senin, 29 April 2024, di beberapa lokasi di Jakarta, seperti Bintaro, Gatot Subroto, Tebet, dan Kemayoran, yang merupakan kediaman dan kantor para tersangka.

Baca Juga :  Aksi Merakyat Puspawati Husler: Racik Kapurung di Sela Kampanye Bersama Warga

Dari penggeledahan tersebut, sejumlah bukti ditemukan dan diamankan, termasuk dokumen proyek, alat elektronik, serta bukti transaksi keuangan berupa transfer sejumlah uang.

Kasus korupsi ini terkait dengan pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR yang diduga merugikan keuangan negara hingga mencapai puluhan miliar rupiah.