Pintasan.co, Jakarta – Amerika Serikat dilaporkan mengirim sekitar 300 rudal Hellfire ke Israel pada Selasa, 10 Juni 2025, sebagai bagian dari pengiriman senjata berskala besar menjelang serangan Israel ke Iran.

Saat itu, pemerintahan Presiden Donald Trump secara terbuka masih menyatakan kesediaannya untuk terus berdialog dengan Iran mengenai program nuklirnya.

Menurut dua pejabat AS yang berbicara kepada Middle East Eye (MEE) dengan syarat anonim, pengiriman besar-besaran rudal Hellfire menunjukkan bahwa Washington telah memiliki informasi yang cukup rinci mengenai rencana Israel menyerang Iran.

Sebelumnya, belum pernah ada laporan tentang pengiriman senjata dalam skala ini sebelum serangan besar Israel pada Jumat, 13 Juni.

Pada hari itu juga, militer AS dilaporkan membantu Israel menembak jatuh sejumlah rudal Iran yang mengarah ke wilayahnya, menurut Reuters.

Rudal Hellfire, yang merupakan senjata berpemandu laser dan dirancang untuk serangan udara-ke-darat, bukanlah senjata utama untuk menyerang fasilitas nuklir.

Namun, rudal ini sangat efektif untuk serangan presisi terhadap individu atau sasaran militer tertentu.

Israel sendiri mengerahkan lebih dari 100 pesawat dalam serangan tersebut, menargetkan para ilmuwan nuklir, pejabat tinggi militer Iran, serta pusat-pusat komando.

Seorang pejabat senior pertahanan AS menyebut bahwa “rudal Hellfire sangat relevan dan berguna” dalam operasi semacam ini.

Di antara korban tewas dalam serangan itu adalah tokoh-tokoh penting Iran, seperti Kepala IRGC Mayor Jenderal Hossein Salami, Kepala Staf Militer Iran Mohammad Bagheri, dan penasihat senior Ali Shamkhani, yang dikenal dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Dilaporkan pula bahwa pemerintahan Trump telah mengetahui rencana serangan Israel berbulan-bulan sebelumnya.

Menurut informasi MEE, CIA sudah mendapat briefing sejak April dan Mei tentang strategi Israel yang mencakup serangan presisi dan siber, dilakukan tanpa keterlibatan langsung AS.

Baca Juga :  Seorang WNI Tewas dan Beberapa Terluka Akibat Penembakan di Perairan Malaysia

Meski secara publik Trump terlihat menolak tekanan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, laporan Axios mengutip pejabat Israel yang menyebut bahwa penolakan tersebut hanya sandiwara. Sumber itu menyatakan bahwa secara diam-diam Trump tidak menolak rencana tersebut.

Trump sebelumnya memberi Iran batas waktu 60 hari untuk menyetujui perjanjian nuklir baru. Serangan Israel ke Iran terjadi tepat satu hari setelah tenggat itu berakhir.

Sementara negosiasi antara AS dan Iran pada April hingga Juni 2025 gagal membuahkan hasil, karena Iran menolak tuntutan AS untuk menghentikan seluruh aktivitas pengayaan uranium.

Selama periode negosiasi tersebut, AS dilaporkan terus mengalirkan bantuan militer dan perlengkapan tempur ke Israel sebagai bagian dari kesepakatan senjata senilai USD 7,4 miliar yang telah disetujui Kongres pada Februari 2025.

Oleh karena itu, Washington tidak diwajibkan memberikan pemberitahuan publik untuk pengiriman tersebut.