Pintasan.co, Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memperpanjang penangguhan tarif resiprokal selama 90 hari yang diberlakukan oleh pemerintahannya.

Masa penangguhan tersebut akan berakhir pada 9 Juli, menurut pernyataan Gedung Putih pada Kamis (26/5).

Sementara itu, negosiator perdagangan utama Jepang tiba di Washington untuk melanjutkan putaran negosiasi dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick.

Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan dalam konferensi pers bahwa “batas waktu bukan faktor utama.”

Leavitt menambahkan bahwa Presiden bisa saja mengambil keputusan untuk menetapkan tarif sesuai kepentingan Amerika Serikat jika tidak ada kesepakatan yang tercapai sebelum batas waktu.

Ia juga mengatakan bahwa perpanjangan penangguhan masih memungkinkan, namun keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden.

Pernyataan tersebut muncul di tengah berlanjutnya pembicaraan antara tim perdagangan Trump dan negara-negara mitra utama, termasuk Jepang, yang mencari keringanan dari tarif tinggi yang diberlakukan sejak awal masa jabatan Trump pada Januari lalu.

Menteri Keuangan Bessent, salah satu pejabat senior pemerintahan Trump, sebelumnya menyatakan pada pertengahan Juni bahwa perpanjangan penangguhan bisa dilakukan jika negosiasi berlangsung dengan “itikad baik” dari pihak mitra dagang.

Negosiator Jepang, Ryohei Akazawa, tiba di Washington pada Kamis untuk menjalani putaran ketujuh negosiasi tingkat menteri, yang kemungkinan besar akan dilakukan bersama Bessent dan Lutnick.

Kunjungannya berlangsung hingga Sabtu, menyusul kegagalan pertemuan bilateral antara Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dan Presiden Trump pada KTT G7 di Kanada pekan sebelumnya.

Penangguhan selama 90 hari ini berlaku untuk tarif tambahan dalam skema tarif resiprokal Trump, yang menyasar sekitar 60 negara mitra dagang dengan surplus signifikan terhadap AS.

Baca Juga :  WFP Hentikan Distribusi Makanan di Kamp Pengungsi Zamzam Akibat Konflik yang Meningkat di Sudan

Penangguhan ini tidak mencakup tarif dasar sebesar 10 persen yang dikenakan secara global. Jepang, khususnya, menghadapi tambahan tarif sebesar 14 persen, sehingga total tarif yang berlaku menjadi 24 persen.