Pintasan.co, Jakarta – Kementerian Pendidikan Jepang mengusulkan agar subsidi biaya hidup bagi mahasiswa program doktoral ke depan hanya diberikan kepada warga negara Jepang, sebagaimana disampaikan dalam rapat panel pada Kamis (26 Juni 2025).

Usulan ini muncul setelah perdebatan di parlemen terkait proporsi signifikan mahasiswa asing—lebih dari sepertiga dari penerima hibah publik—yang mendapat dukungan tersebut.

Rencana pembatasan ini, jika disetujui oleh komite terkait, akan mulai berlaku pada tahun fiskal 2027. Skema yang akan dihapuskan bagi mahasiswa asing ini mencakup tunjangan biaya hidup tahunan antara 1,8 juta yen (sekitar Rp201,9 juta) hingga 2,4 juta yen (sekitar Rp269,1 juta).

Data Kementerian menunjukkan bahwa pada tahun fiskal 2024, sebanyak 10.564 mahasiswa menerima subsidi tersebut, dan sekitar 39 persen (4.125 orang) merupakan mahasiswa internasional.

Dari jumlah tersebut, warga negara China menjadi kelompok terbesar dengan 3.151 orang, mencakup 76 persen dari total penerima asing.

Isu ini mencuat dalam sidang parlemen pada Maret lalu, saat seorang legislator menyuarakan agar dana tersebut difokuskan hanya untuk warga Jepang.

Program bantuan ini pertama kali diluncurkan pada tahun fiskal 2021 untuk mendorong lebih banyak warga Jepang melanjutkan studi ke jenjang doktoral, dengan memberikan dukungan finansial untuk kehidupan sehari-hari dan kegiatan penelitian mereka.

Menurut usulan panel, kebijakan ini bertujuan mengurangi kekhawatiran finansial mahasiswa Jepang agar mereka lebih terdorong menempuh studi lanjutan.

Panel juga mencatat bahwa banyak mahasiswa asing mampu membiayai studi mereka secara mandiri.

Meski demikian, mahasiswa internasional tetap dapat mengakses dukungan riset hingga sebesar 1,1 juta yen (sekitar Rp123 juta) per tahun melalui program yang sama.

Baca Juga :  Kementerian Pendidikan Alami Pemangkasan Anggaran Rp 8 Triliun di 2025