Pintasan.co, JakartaPresiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan keterkejutannya terhadap aturan baru yang mewajibkan pekerja untuk mengikuti program pensiun tambahan. Aturan ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan buruh, yang menganggap bahwa kebijakan tersebut akan mengurangi penghasilan mereka secara signifikan.

Kekhawatiran ini disampaikan oleh Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dalam pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, (17/09/2024).

Menurut Andi, Jokowi bertanya dengan penuh rasa ingin tahu mengenai siapa yang mengeluarkan kebijakan tersebut. “Presiden juga agak terkejut, ‘siapa yang mengeluarkan ini?’ Saya juga kaget,” ungkap Andi.

Andi melanjutkan bahwa ia telah menyampaikan penolakan dari para buruh kepada Jokowi. Dalam pernyataannya, Jokowi meminta agar program pensiun tersebut ditunda dan dikoreksi. “Presiden ingin agar kebijakan di akhir masa jabatannya dapat membawa kebahagiaan bagi buruh,” jelasnya.

Permintaan tersebut menunjukkan perhatian Jokowi terhadap kondisi buruh yang semakin tertekan, terutama di tengah dampak ekonomi yang masih dirasakan akibat pandemi COVID-19.

Sebelumnya, pemerintah memang merencanakan pelaksanaan program pensiun bagi pekerja, di mana gaji mereka akan dipotong setiap bulan untuk mendanai program tersebut.

Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengonfirmasi bahwa pemotongan gaji pekerja akan diatur dalam peraturan pemerintah yang sedang dalam tahap penyusunan.

Ogi menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dan hanya pekerja dengan gaji tertentu yang akan diwajibkan untuk ikut.

Namun, penolakan dari kalangan buruh terus mengemuka. Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), menilai bahwa program pensiun ini muncul di saat kondisi buruh yang masih sangat sulit.

Baca Juga :  Jokowi: Gabungan PDIP dalam Kabinet Prabowo Adalah Hak Prerogatif Presiden

“Sejak tahun 2020 hingga 2024, buruh menghadapi berbagai tantangan berat, termasuk dampak pandemi COVID-19, penerapan Omnibus Law, dan politik upah murah yang menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK),” jelas Mirah.

Mirah menegaskan bahwa jika pemerintah tetap melaksanakan pemotongan gaji buruh untuk program pensiun, jumlah masyarakat miskin di Indonesia diprediksi akan meningkat.

Ia mengusulkan agar pemerintah lebih memprioritaskan kebutuhan dasar rakyat, seperti menurunkan harga barang kebutuhan pokok sebesar 20 persen, memperluas subsidi, serta meningkatkan upah pekerja/buruh sebesar 20 persen. “Regulasi dan kebijakan yang merugikan rakyat banyak harus dihindari,” tambahnya.

Dengan adanya respons dari Jokowi dan penolakan yang semakin kuat dari berbagai organisasi buruh, harapan untuk perbaikan kesejahteraan pekerja masih terbuka.

Pertemuan lanjutan diharapkan dapat menemukan solusi yang lebih baik untuk menjaga kesejahteraan buruh tanpa mengurangi penghasilan mereka.

Para buruh berharap bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi benar-benar memperhatikan nasib dan kebutuhan mereka di tengah tantangan ekonomi yang ada.