Pintasan.co, Jakarta – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersumpah bahwa Israel akan membayar akibat “genosida” di Gaza.
Pernyataan tersebut disampaikan pada Senin (7/10) waktu setempat, bertepatan dengan peringatan satu tahun perang di Gaza sejak serangan Hamas ke Israel pada tanggal 7 Oktober.
“Tidak boleh dilupakan bahwa Israel cepat atau lambat akan membayar harga untuk genosida yang telah dilakukannya selama setahun dan masih terus berlanjut,” tulis Erdogan di media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter.
Sebagai pendukung setia perjuangan Palestina, termasuk Hamas, Erdogan sering mengecam Israel. Ia menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai “penjagal Gaza” dan membandingkannya dengan Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman.
“Sama seperti Hitler yang dihentikan oleh aliansi kemanusiaan, Netanyahu dan jaringan pembunuhannya akan dihentikan dengan cara yang sama,” kata Erdogan, dilansir kantor berita AFP dan Al Arabiya, Selasa (8/10/2024).
“Dunia yang tidak bertanggung jawab atas genosida Gaza tidak akan pernah menemukan kedamaian,” lanjutnya.
Pemimpin Turki yang sering memuji Hamas sebagai pejuang kebebasan itu menyatakan bahwa apa yang telah terjadi di depan mata dunia selama satu tahun ini “sebenarnya merupakan penderitaan seluruh umat manusia dan semua harapan umat manusia untuk masa depan.”
Erdogan juga mengkritik kegagalan sistem internasional dalam menghentikan konflik di Gaza dan kini di Lebanon. “Kebijakan genosida, pendudukan, dan invasi Israel yang berkepanjangan harus segera diakhiri,” tegasnya.
Sementara itu, Khaled Meshaal, pemimpin Hamas yang hidup di pengasingan, mengatakan bahwa kelompoknya akan bangkit dari kehancuran “seperti burung phoenix” meskipun mengalami kerugian besar selama setahun perang melawan Israel di Jalur Gaza. Meshaal menegaskan bahwa Hamas akan terus merekrut pejuang dan memproduksi senjata.
Meshaal, yang dilansir oleh Reuters pada Selasa (8/10/2024), adalah tokoh senior Hamas di bawah kepemimpinan Yahya Sinwar.
Dia menjabat sebagai pemimpin Hamas dari tahun 1996 hingga 2017 dan selamat dari upaya pembunuhan oleh Israel pada tahun 1997, di mana ia sempat disuntik racun.
Setahun setelah serangan Hamas yang memicu perang di Jalur Gaza, Meshaal menggambarkan konflik dengan Israel sebagai bagian dari narasi yang lebih luas selama 76 tahun, yang dimulai dari apa yang oleh Palestina disebut “Nakba,” ketika banyak orang menjadi pengungsi akibat perang tahun 1948 yang menyertai berdirinya Israel.
“Sejarah Palestina terbuat dari siklus,” sebut Meshaal yang kini berusia 68 tahun, dalam wawancara eksklusif dengan Reuters yang dilakukan di Doha, Qatar.
“Kami telah melewati fase di mana kami kehilangan para martir (korban) dan kami kehilangan sebagian dari kemampuan militer kami, tapi kemudian semangat Palestina bangkit kembali, seperti burung phoenix, syukur kepada Tuhan,” ucapnya.