Pintasan.co, Makassar – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, Indira Jusuf Ismail dan Ilham Ari Fauzi Amir Uskara, terkait sengketa hasil Pilwalkot Makassar, Sulawesi Selatan.

MK menyatakan bahwa mereka tidak yakin dengan kebenaran dalil yang diajukan oleh pemohon.

Pernyataan ini disampaikan oleh Hakim MK, Enny Nurbaningsih, saat membacakan putusan perselisihan hasil Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/2/2025).

Enny menguraikan beberapa alasan yang mendasari penolakan tersebut. Salah satunya, pemohon mengklaim bahwa KPU dan jajarannya menghambat pemilih dengan cara menempatkan mereka di TPS yang jauh dari rumah dan memisahkan pemilih yang tinggal dalam satu kediaman ke TPS yang berbeda, serta menahan distribusi formulir C6 (undangan pemilih).

Namun, Enny menjelaskan bahwa pendistribusian formulir C6 adalah hal yang bersifat teknis dan berdasarkan fakta persidangan, distribusi formulir tersebut di Kota Makassar mencapai 81%, atau sekitar 844.597 formulir.

Selain itu, terkait dengan dalil pemohon yang menyebutkan bahwa banyak pemilih yang tidak mengetahui haknya atau tidak hadir di TPS, Enny menyatakan bahwa tidak ada bukti atau laporan pelanggaran pemilu yang masuk ke Bawaslu Kota Makassar, dan bahwa permohonan tersebut tidak didukung dengan bukti lebih lanjut.

Enny juga menjelaskan bahwa tuduhan adanya tanda tangan fiktif pada Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT) tidak dapat dibenarkan.

Menurut MK, tidak ada ketentuan yang mewajibkan tanda tangan pemilih di DHPT harus identik dengan tanda tangan di KTP.

Fakta yang ditemukan adalah bahwa beberapa pemilih hanya memberikan paraf atau tanda lainnya di DHPT, yang dianggap tidak cukup untuk menunjukkan adanya pemalsuan atau kecurangan.

Baca Juga :  Pria 40 Tahun Ditemukan Tewas Membusuk Setelah Beberapa Hari Hilang Kontak

Enny menambahkan, jika memang terdapat pemilih yang berusaha menandatangani namun tidak sesuai dengan daftar hadir, pemohon tidak dapat membuktikan hal tersebut lebih lanjut.

Oleh karena itu, MK tidak menemukan dasar hukum yang kuat untuk menerima permohonan tersebut.

Lebih lanjut, Enny mengungkapkan bahwa perbedaan suara antara pemohon dan pasangan calon lain, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham (Appi-Aliyah), mencapai 40,7%, sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan ini.

Eksepsi yang diajukan oleh KPU dan pihak terkait dinilai sah oleh MK.

Ketua MK, Suhartoyo, menutup sidang dengan membacakan amar putusan, yang menyatakan bahwa MK mengabulkan eksepsi KPU dan Appi-Aliyah, serta menolak permohonan pemohon.

“Permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo, diiringi dengan ketukan palu sidang.