Pintasan.co, Yogyakarta – Pembaruan terkait perluasan kewenangan Kejaksaan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mendapat kritik.

Arief Setiawan, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), berpendapat bahwa kewenangan yang terlalu besar berisiko disalahgunakan dan dapat menjadikan Kejaksaan sebagai lembaga yang rentan terhadap korupsi.

“Setiap kewenangan cenderung untuk disalahgunakan, power tends to corrupt,” kata Arief dalam diskusi publik bertajuk Dominus Litis RUU KUHAP: Potensi Munculnya Lembaga Super Body Baru yang digelar di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Kamis (13/3/2025) kemarin.

Menurut Arief, KUHAP adalah perangkat hukum yang memberikan wewenang kepada aparat penegak hukum, baik dalam bentuk kewenangan yang bersifat lunak maupun yang bersifat keras.

“Kewenangan lunak, misalnya pemanggilan seseorang untuk memberikan keterangan dalam proses hukum. Sementara itu, kewenangan keras mencakup pemanggilan dengan upaya paksa,” ujarnya.

Arief menegaskan bahwa tanpa kontrol yang memadai, kewenangan yang besar dapat menimbulkan risiko penyalahgunaan.

“Jika kekuasaan tidak dikendalikan, dampaknya bisa sangat berbahaya,” tambahnya.

Karena itu, ia berpendapat bahwa pembaruan KUHAP seharusnya lebih mengutamakan pembatasan dan pengawasan terhadap kewenangan aparat penegak hukum, bukannya malah memperluasnya.

“Pembatasan dan pengawasan terhadap penggunaan kewenangan penegak hukum pidana hanya dapat dilakukan apabila hukum acara pidana memiliki mekanisme yang efektif untuk mengawasi hal tersebut,” katanya.

Selanjutnya, Arief menegaskan bahwa revisi KUHAP perlu menjamin adanya pengawasan terhadap penggunaan kewenangan oleh aparat hukum, sehingga tetap berfokus pada pencarian dan penemuan kebenaran melalui proses peradilan yang adil atau due process of law.

Diskusi publik ini dihadiri oleh para akademisi, praktisi hukum, dan mahasiswa yang tertarik dengan isu reformasi hukum pidana di Indonesia.

Baca Juga :  Kejagung Tetapkan Dirjen Anggaran Kemenkeu sebagai Tersangka Jiwasraya