Pintasan.co, Jakarta – Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan pada Kamis (26 Juni) bahwa jadwal putaran ketiga perundingan damai antara Rusia dan Ukraina di Istanbul akan ditentukan setelah proses pertukaran tawanan perang diselesaikan.

Dalam konferensi pers di Moskow, Peskov menjelaskan bahwa kedua pihak saat ini tengah melaksanakan kesepakatan kemanusiaan yang dicapai dalam pertemuan sebelumnya di Istanbul pada 2 Juni.

“Setelah semua prosedur yang disepakati, termasuk pertukaran, selesai, maka akan tiba saatnya untuk menentukan tanggal putaran ketiga,” ujar Peskov.

Pada perundingan sebelumnya, Rusia dan Ukraina menyepakati pertukaran tawanan berdasarkan formula “seribu untuk seribu”, yang mencakup juga pemulangan tahanan yang sakit parah dan tentara di bawah usia 25 tahun.

Peskov juga menyatakan bahwa Rusia masih membuka diri terhadap keterlibatan Amerika Serikat sebagai mediator dalam upaya penyelesaian konflik ini.

Menanggapi komentar utusan AS Steve Witkoff yang mengaitkan situasi di Iran dengan potensi solusi konflik Ukraina, Peskov menegaskan bahwa konflik Israel-Iran tidak bisa disamakan dengan operasi militer Rusia di Ukraina.

Ia menyebut tindakan Israel terhadap Iran sebagai “tidak berdasar”, sementara alasan dimulainya operasi militer Rusia telah diketahui publik.

Peskov menolak pendekatan “perdamaian melalui kekuatan”, menyebut strategi semacam itu tidak akan efektif terhadap Rusia dan tidak akan mengarah pada penyelesaian apa pun.

Ia juga mengkritik pernyataan politisi Eropa yang menyebut Rusia sebagai ancaman, dengan menuduh Barat menggunakan narasi ancaman tersebut sebagai cara untuk mengamankan anggaran militer dan mendanai pengiriman senjata ke Ukraina.

“Eropa kini mengadopsi kebijakan yang sangat militeristik dan bahkan menyatakan secara terbuka akan terus menjalankannya,” ujarnya, seraya menyesalkan arah kebijakan tersebut.

Menurut Peskov, Presiden Rusia Vladimir Putin dan mantan Presiden AS Donald Trump tidak pernah mendiskusikan isu “ancaman Rusia” terhadap Eropa, karena menurutnya, para pemimpin yang serius tidak menganggap isu itu sebagai sesuatu yang perlu dibahas secara sungguh-sungguh.

Baca Juga :  Trump Sambut Positif Gencatan Senjata Ukraina dan Harap Rusia Menyetujuinya