Pintasan.co, Semarang – Kasus dugaan korupsi fasilitas kredit yang menyeret dua bersaudara pimpinan PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto, resmi masuk ke meja hijau. Keduanya didakwa merugikan negara hingga Rp1,35 triliun dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (22/12/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fajar Santoso menyebut, kedua terdakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan sepuluh terdakwa lain yang disidangkan secara terpisah.

“Perbuatan para terdakwa merugikan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 1,35 triliun,” kata Jaksa Fajar di persidangan.

Jaksa menjelaskan, kerugian negara tersebut berasal dari penyalahgunaan fasilitas kredit modal kerja yang diperoleh dari sejumlah bank pelat merah. Temuan itu merujuk pada laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kasus ini bermula dari pengajuan kredit modal kerja yang dilakukan sejak 2019 hingga 2020. Dalam rentang waktu tersebut, kedua terdakwa disebut memiliki peran strategis dalam mengelola aliran dana hasil pencairan kredit.

“Pembelian aset tanah dan mobil, pembayaran utang, pembayaran cicilan apartemen, dan pembayaran lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan uang hasil tindak pidana pencucian kredit modal kerja,” urai jaksa.

Untuk mendapatkan fasilitas kredit, jaksa mengungkap para terdakwa diduga memerintahkan penyusunan laporan keuangan yang telah direkayasa. Laporan itu dibuat seolah-olah PT Sritex berada dalam kondisi sehat dan layak menerima kredit modal kerja.

Rekayasa tersebut membuahkan hasil. PT Sritex disebut berhasil mencairkan dana ratusan miliar rupiah dari masing-masing bank tanpa disertai agunan yang sah. Namun, dana tersebut tidak digunakan sesuai peruntukannya.

Jaksa menyebut, dana hasil pencairan kredit justru dialihkan untuk membayar surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) PT Sritex yang telah jatuh tempo sejak 2017.

“Terdakwa menggunakan dana hasil pencairan untuk peruntukan yang tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu menggunakan untuk medium term note tahap I tahun 2017 yang sudah jatuh tempo,” kata jaksa.

Selain itu, Iwan Setiawan Lukminto juga didakwa menyiasati kewajiban pembayaran utang melalui mekanisme hukum. Ia bersama jajaran direksi disebut sengaja mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta mengajukan berbagai gugatan perdata.

Baca Juga :  Kluivert Umumkan 23 Pemain Final Timnas Indonesia untuk Laga Kontra China

Menurut jaksa, penggunaan dana kredit untuk menutup kewajiban lama dan rekayasa PKPU tersebut menyebabkan pembayaran utang kepada para kreditur terus tertunda. Kondisi itu berujung pada pailitnya PT Sritex.

“Sejak dinyatakan pailit PT Sritex Tbk tidak dapat memenuhi kewajiban kepada bank,” ucap jaksa.

PT Sritex Tbk resmi dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024. Jaksa menilai, rangkaian perbuatan mulai dari rekayasa laporan keuangan, penggunaan dokumen fiktif, hingga penyalahgunaan mekanisme PKPU dilakukan secara sadar dan terencana untuk menghindari kewajiban hukum.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.

Menanggapi dakwaan tersebut, kuasa hukum kedua terdakwa, Hotman Paris Hutapea, menyatakan akan mengajukan keberatan.

“Kami ajukan keberatan,” kata dia.