Pintasan.co, Jakarta – Istana Kepresidenan akhirnya merespons gugatan perdata yang diajukan kepada Presiden Joko Widodo.
Gugatan ini datang dari Habib Rizieq Shihab dan beberapa individu yang menamakan diri mereka sebagai Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK).
Mereka menuding Presiden Jokowi telah melakukan tindakan melawan hukum, sehingga membawa perkara ini ke ranah pengadilan.
Menanggapi hal ini, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menegaskan bahwa setiap warga negara memang memiliki hak untuk menempuh jalur hukum.
Namun, ia juga menekankan pentingnya proses hukum dilakukan dengan sungguh-sungguh dan didukung oleh bukti yang jelas.
“Setiap pihak yang mengajukan klaim harus bisa membuktikannya. Prinsip dasar hukum ini sangat penting dan harus selalu diutamakan. Jangan sampai jalur hukum yang diatur oleh konstitusi dimanfaatkan untuk kepentingan sensasional atau provokatif,” kata Dini dalam pernyataannya yang disampaikan pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Dini juga menyebutkan bahwa dalam 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, tentu terdapat berbagai pencapaian maupun kekurangan, namun pada akhirnya, masyarakatlah yang berhak menilai.
Meski demikian, pihak Istana memilih untuk tidak memberikan tanggapan lebih jauh mengenai gugatan tersebut, karena saat ini prosesnya sudah berada di tangan Pengadilan Negeri.
“Kami tidak bisa memberikan komentar lebih mendalam untuk saat ini, mengingat gugatan telah diajukan ke Pengadilan Negeri. Kita akan tunggu perkembangan lebih lanjut di pengadilan, agar lebih jelas apakah gugatan ini ditujukan kepada Pak Jokowi sebagai presiden atau sebagai pribadi,” tambah Dini.
Dari data yang tercatat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan tersebut diajukan pada tanggal 30 September 2024, dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.
Penggugat dalam kasus ini termasuk nama-nama seperti Moh. Rizieq, Munarman, Eko Santjojo, Edy Mulyani, Mursalim, Marwan Batubara, dan Soenarko.
Mereka meminta agar gugatan ini diterima dan dikabulkan sepenuhnya, serta menuntut Presiden Jokowi untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 5.246,75 triliun yang akan disetorkan kepada kas negara.