Pintasan.co, Yogyakarta – Jogja Corruption Watch (JCW) mengirimkan surat protes ke DPR RI pada Jumat (22/8/2025) dengan menyertakan korek kuping dan penghapus.
Aksi tersebut menjadi simbol penolakan terhadap kebijakan kenaikan tunjangan anggota DPR yang dianggap tidak adil bagi rakyat di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba, menjelaskan bahwa korek kuping melambangkan harapan agar DPR mau mendengar suara rakyat, sementara penghapus menyimbolkan keinginan agar kebijakan kenaikan tunjangan itu dibatalkan.
“Kami kirim korek kuping agar mereka mau mendengar aspirasi rakyat, lalu penghapus sebagai harapan supaya tunjangan itu dihapus. Kalau pun tetap ngeyel, kenaikan anggaran tunjangan itu mestinya dibarengi dengan peningkatan kinerja. Misalnya, segera merampungkan RUU Perampasan Aset yang sampai sekarang masih mangkrak,” ujar Baharuddin.
Ia menilai kenaikan tunjangan DPR kontras dengan kebijakan efisiensi yang tengah digalakkan pemerintah.
“Rakyat dikenai beragam pajak dengan tarif tinggi, sementara para anggota DPR diguyur gaji dan tunjangan besar. Itu sungguh melukai hati rakyat miskin yang semakin kesulitan dalam hal ekonomi,” katanya.
Sejumlah komponen tunjangan DPR memang naik signifikan.
Tunjangan beras, misalnya, dari Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta per bulan, sementara tunjangan bensin naik dari Rp 4–5 juta menjadi Rp 7 juta per bulan. Selain itu, DPR juga menerima tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan sebagai pengganti rumah dinas.
Selain tiga komponen tersebut, anggota DPR juga menerima tunjangan melekat sebesar Rp 15 juta dan tunjangan lain senilai Rp 34,8 juta. Dengan gaji pokok dan tunjangan, total penerimaan anggota DPR bisa mencapai sekitar Rp 100 juta per bulan.
Menurut JCW, kebijakan ini tidak hanya timpang, tetapi juga mengkhianati semangat penghematan anggaran yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah pusat.
“Kalau rakyat harus berhemat, kenapa wakil rakyat justru mendapat tambahan fasilitas?” pungkas Baharuddin.