Pintasan.co, Jakarta – Menjelang perayaan Nyepi dan Idul Fitri, masyarakat Indonesia kembali diingatkan akan pentingnya menjaga toleransi dalam kehidupan beragama.

Hari Raya Nyepi Tahun Çaka 1947 akan jatuh pada hari Sabtu, 29 Maret 2025, dan berbagai persiapan telah dilakukan, terutama di Bali, guna menyambut momen sakral ini.

Meskipun berasal dari tradisi yang berbeda, baik Nyepi maupun Idulfitri memiliki kesamaan dalam mengajarkan nilai refleksi, kesabaran, dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai pedoman dalam menjalankan rangkaian ibadah Nyepi, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali telah mengeluarkan ketentuan resmi terkait tahapan perayaan, seperti melasti, nyejer di Pura Desa, tawur kasanga, Nyepi, hingga ngembak geni.

Selain itu, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali bersama berbagai instansi terkait juga telah menerbitkan Seruan Bersama untuk memastikan ketertiban dan kekhusyukan perayaan Nyepi.

Seruan ini menegaskan pentingnya menjaga suasana sakral, termasuk mengimbau umat Hindu untuk menjalankan rangkaian ibadah dengan penuh khidmat dan ketenangan.

Menariknya, perayaan Nyepi tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadan 1447 H, sehingga diperlukan koordinasi agar umat Muslim di Bali dapat menjalankan ibadah dengan tetap menghormati kekhidmatan Nyepi.

Seruan Bersama yang telah dikeluarkan mencakup aturan bagi umat Islam, seperti anjuran melaksanakan sholat tarawih di masjid terdekat dengan berjalan kaki atau di rumah masing-masing tanpa penggunaan pengeras suara serta penerangan yang terbatas, agar tetap selaras dengan suasana hening yang menjadi ciri khas Nyepi.

Di tingkat komunitas, persiapan menjelang Nyepi juga semakin terasa dengan aktivitas pembuatan ogoh-ogoh yang telah dimulai sejak awal Januari 2025.

Para pemuda di berbagai banjar di Bali terlihat aktif membangun kerangka ogoh-ogoh sebagai bagian dari tradisi tahunan menyambut Hari Suci Nyepi.

Mengingat Nyepi tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadan, ada beberapa penyesuaian yang telah disepakati guna menjaga harmoni antarumat beragama di Bali.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Pelaksanaan Ibadah bagi Umat Islam

Baca Juga :  Jenis-Jenis Kurma Terbaik dalam Khazanah Islam

Umat Muslim tetap dapat menjalankan ibadah puasa sebagaimana mestinya. Sholat tarawih dan ibadah lainnya dianjurkan dilakukan di rumah masing-masing atau di masjid/musala terdekat tanpa menggunakan pengeras suara.

Jamaah diimbau berjalan kaki menuju masjid agar tidak mengganggu ketenangan yang menjadi bagian dari perayaan Nyepi. Penerangan di masjid juga diharapkan tetap terbatas agar sejalan dengan suasana hening Nyepi.

    2. Penyediaan Makanan untuk Sahur dan Berbuka

    Selama Nyepi, warung makan dan restoran tidak beroperasi. Oleh karena itu, umat Muslim di Bali dianjurkan menyiapkan makanan untuk sahur dan berbuka lebih awal, mengingat aktivitas memasak di luar rumah tidak diperbolehkan selama Nyepi.

    3. Koordinasi dengan Pecalang

    Pecalang, selaku petugas keamanan adat Bali, tetap bertugas memastikan umat Islam dapat beribadah dengan nyaman tanpa mengganggu kekhidmatan Nyepi.

    Komunikasi antara komunitas Hindu dan Muslim terus diperkuat agar seluruh rangkaian ibadah dapat berlangsung harmonis sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan.

    Kesepakatan ini bukanlah hal baru, melainkan bentuk toleransi yang telah lama terjalin di Bali, terutama saat Nyepi bertepatan dengan Ramadan.

    Dengan adanya koordinasi yang baik, diharapkan seluruh pihak dapat saling menghormati, sehingga kedua ibadah ini dapat berjalan dengan penuh ketenangan dan makna.

    Nyepi yang bersamaan dengan Ramadan menjadi bukti nyata bahwa toleransi antarumat beragama di Indonesia dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Umat Hindu tetap bisa menjalankan tapa brata penyepian dengan khidmat, sementara umat Muslim tetap dapat menunaikan ibadah Ramadan dengan menyesuaikan diri agar tidak mengganggu kekhusyukan Nyepi.

    Sinergi antara masyarakat, pecalang, dan tokoh agama menunjukkan bahwa keberagaman bukanlah hambatan, melainkan kekuatan dalam membangun harmoni sosial.

    Ini merupakan contoh konkret bagaimana toleransi dan nilai gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa dapat terus dijaga di tengah situasi yang penuh tantangan.

    Penulis: Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)