Pintasan.co – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah strategis pemerintah Indonesia yang menunjukkan keseriusan dalam membangun kualitas sumber daya manusia melalui pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. 

Program yang sangat relevan ini, menyasar kelompok rentan seperti anak-anak sekolah, balita, ibu hamil, dan menyusui, yang memang membutuhkan asupan nutrisi optimal untuk tumbuh kembang dan kesehatan jangka panjang. 

Dengan capaian sekitar 770 ribu anak hingga pertengahan Februari 2025, target satu juta penerima manfaat di akhir bulan menjadi indikator ambisi yang realistis dan patut diapresiasi.

Kehadiran Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai koordinator pelaksanaan MBG menandakan komitmen pemerintah dalam membangun sistem pengelolaan gizi yang terstruktur dan terstandar. 

Pembangunan 5.000 SPPG yang tersebar di seluruh Indonesia, baik secara langsung oleh BGN maupun melalui kolaborasi lintas lembaga, memperlihatkan pendekatan yang kolaboratif dan desentralistik. 

Adanya upaya adaptif dalam implementasi, seperti penyediaan bingkisan berbuka puasa selama Ramadan, sebagai bentuk kepedulian terhadap kebutuhan kultural masyarakat.

Namun demikian, tantangan dalam tata kelola, regulasi, serta sistem monitoring dan evaluasi perlu menjadi perhatian serius. Berdasarkan kajian CISDI, penguatan pada aspek-aspek tersebut sangat krusial agar program tidak hanya berjalan dalam jangka pendek, tetapi juga berkelanjutan dan berdampak nyata. 

Transparansi, akuntabilitas, dan pengambilan keputusan berbasis data harus terus diperkuat agar MBG benar-benar menjadi investasi sosial yang membawa perubahan positif bagi generasi mendatang.

Potensi terjadinya keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) patut menjadi perhatian serius karena menyangkut kesehatan anak-anak sebagai kelompok rentan. 

Aspek kebersihan, keamanan pangan, dan distribusi makanan tidak dijalankan sesuai standar, maka risiko keracunan sangat mungkin terjadi. Praktik seperti penggunaan bahan makanan yang tidak segar, penyimpanan yang tidak tepat, serta minimnya pengawasan bisa menjadi celah munculnya masalah kesehatan yang seharusnya dapat dicegah.

Kurangnya SOP yang ketat dan lemahnya kontrol mutu akan mempersulit deteksi dini terhadap makanan yang tidak layak konsumsi. Oleh karena itu, kehadiran pengawasan ketat dari Badan Gizi Nasional (BGN) dan sinergi dengan dinas kesehatan daerah merupakan langkah krusial yang harus diperkuat agar program ini tidak hanya memberi manfaat gizi, tetapi juga menjamin keamanan pangan bagi seluruh penerima.

Baca Juga :  Prabowo Lantik 31 Duta Besar, Termasuk Junimart Girsang dan Mantan Hakim MK

Sejak diluncurkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah mengalami sejumlah kasus keracunan makanan di berbagai wilayah, yang umumnya disebabkan oleh makanan yang tidak memenuhi standar kebersihan, kurang matang, atau sudah basi. 

Salah satu insiden terjadi di SDN Dukuh 03, Sukoharjo, di mana sejumlah siswa mengalami gejala mual dan muntah usai mengonsumsi ayam yang diduga tidak dimasak dengan sempurna. 

Kejadian serupa juga dilaporkan di Takalar, Sulawesi Selatan, serta di Kabupaten Pandeglang, Banten, dengan puluhan siswa mengalami keluhan kesehatan setelah menyantap makanan dari program MBG. 

Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus berasal dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang masih baru dan belum memiliki pengalaman memasak dalam jumlah besar. 

Sebagai langkah mitigasi, BGN mewajibkan mitra penyedia makanan untuk memulai produksi dalam skala kecil sebelum meningkatkan kapasitasnya secara bertahap. 

Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut memperketat pengawasan dengan menggagalkan distribusi bahan pangan yang tidak layak konsumsi dalam program tersebut. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan keamanan pangan dalam pelaksanaan MBG ke depannya.

Pemerintah, melalui Badan Gizi Nasional (BGN), telah menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden keracunan yang terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Sebagai langkah tanggap, BGN memperketat prosedur distribusi makanan, termasuk pengawasan ketat terhadap protokol keamanan selama pengantaran, pembatasan waktu pengantaran, serta penerapan uji organoleptik sebelum makanan dibagikan kepada siswa.

Presiden Prabowo Subianto menilai bahwa program MBG secara keseluruhan berjalan sukses, dengan tingkat keberhasilan mencapai 99,995%, meskipun beliau mengingatkan agar BGN tetap berkomitmen pada target “zero kesalahan” dalam pelaksanaannya.

Namun, beberapa pihak mengkritik pernyataan yang menyebutkan bahwa kasus keracunan hanya sebesar 0,5% dari total penerima manfaat, karena angka tersebut tetap merepresentasikan ribuan anak yang terdampak, dan setiap kasus keracunan harus ditindaklanjuti secara serius.

Content Writer Pintasan.co – Umi Hanifah